"Kebutuhan peta patahan di Indonesia kian mendesak, pemerintah perlu segera membuat peta patahan itu sebagai salah satu upaya mitigasi bencana," kata Danny Hilman di sela-sela "Seminar Aktivitas Tektonik di Kepala Burung Irian Jaya dan Gempa 7,6 MW 4 Januari" yang digelar di Badan Geologi Bandung, Kamis.
Ia menyebutkan, saat ini baru ada pemetaan patahan di wilayah Sumatera, namun baru sebatas kajian sehingga hasilnya belum bisa dipublikasikan.
"Peta Patahan itu perlu, karena wilayah Indonesia termasuk kawasan rawan gempa bumi. Terutama di kawasan Papua dan Maluku," katanya.
Peta patahan itu, kata Danny Hilman, akan menjadi acuan bagi penanganan dampak gempa bumi sekaligus rujukan untuk penelitian dan pendalaman terhadap aktivitas geologi khususnya gempa di Indonesia.
Namun demikian, Pakar Geoteknologi itu merekomendasikan pembuatan peta patahan untuk kawasan padat penduduk seperti Pulau Jawa.
"Perlu segera ada peta patahan di wilayah Jawa, penduduknya besar dan ada beberapa kawasan rawan gempa bumi di sana, terutama di kawasan Pantai Selatan," katanya.
Ia mengakui, hingga saat ini belum ada teknologi yang bisa memprediksi waktu terjadinya gempa bumi. Namun dengan adanya peta patahan tersebut, minimal ada langkah-langkah mitigasi untuk masyarakat.
Dalam seminar itu Danny Hilman mengupas sejarah gempa bumi dan aktivitas tektonik di Papua. Kemudian Dr Benyamin Safii dari ITB membahas fenomena tekronik dan kegempaan di kepala burung Irian Jaya serta Dr Fauzi dari Badan Meteorologi dan Klomatologi Geofisika (BMKG) membahas tentang observasi kegempaan dan peringatan dini dalam peristiwa gempa 4 Januari di Papua. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009