• Beranda
  • Berita
  • Saham Asia dan obligasi turun, terseret khawatir inflasi tinggi Jerman

Saham Asia dan obligasi turun, terseret khawatir inflasi tinggi Jerman

31 Mei 2022 10:25 WIB
Saham Asia dan obligasi turun, terseret khawatir inflasi tinggi Jerman
Ilustrasi: Seorang pria berdiri di jembatan penyeberangan dengan papan elektronik yang menunjukkan indeks saham Shanghai dan Shenzhen, di distrik keuangan Lujiazui di Shanghai, China. ANTARA/REUTERS/Aly Song/am.

Saya menganjurkan 50 (kenaikan basis poin) dipertimbangkan setiap pertemuan sampai kita melihat pengurangan inflasi yang substansial

Saham-saham Asia goyah dan obligasi jatuh pada perdagangan Selasa pagi, sementara dolar naik setelah angka inflasi yang panas di Jerman meningkatkan kegelisahan tentang kecepatan dan skala kenaikan suku bunga yang menjulang.

Naiknya harga energi menambah kekhawatiran akan berlanjutnya kesengsaraan konsumen. Minyak mentah berjangka Brent menyentuh level tertinggi dua bulan di 122,43 dolar AS per barel setelah Uni Eropa berjanji untuk memangkas impor minyak Rusia pada akhir tahun.

Obligasi Pemerintah AS merosot ketika kembali dari liburan AS pada Senin (30/5/2022), mengirimkan imbal hasil obligasi 10-tahun naik hampir 10 basis poin (bps) menjadi 2,8405 persen.

Imbal hasil obligasi Jerman naik 8,1 basis poin semalam setelah harga konsumen Jerman meningkat pada kecepatan tercepat mereka dalam setengah abad, memperkuat kasus kenaikan suku bunga Bank Sentral Eropa yang besar pada Juli.

Data inflasi zona euro akan dirilis pada Selasa waktu setempat.

Angka Indeks Manajer Pembelian (PMI) China menunjukkan kontraksi lagi dalam aktivitas jasa dan manufaktur, meskipun pada laju penurunan yang berkurang.

Dalam ekuitas, indeks S&P 500 berjangka menyerahkan kenaikan awal menjadi datar di awal sesi Asia, dan Nasdaq 100 berjangka naik 0,4 persen.

Indeks MSCI dari saham Asia Pasifik di luar Jepang menghentikan kenaikan beruntun dua hari dan turun 0,2 persen. Indeks Nikkei Jepang turun 0,1 persen.

"Fokusnya sekarang benar-benar pada ekonomi AS dan China," kata Kepala Penelitian Asia dANZ Bank, Khoon Goh, di Singapura.

"Dua ekonomi terbesar di dunia itu melambat, karena alasan yang berbeda, dan itu tidak bagus untuk lintasan pertumbuhan global."

Produksi pabrik di ekonomi terbesar ketiga, Jepang, juga turun tajam pada April karena permintaan China melemah, data pada Selasa menunjukkan.

Baca juga: Saham Asia perpanjang kenaikan, kekhawatiran kenaikan Fed mereda

Angka Mei menunjukkan PMI resmi China di 49,6, menunjukkan kontraksi dalam aktivitas pabrik tetapi pada kecepatan yang lebih lambat dari pada April, ketika angka itu di 47,4.

Kekhawatiran pertumbuhan telah mengerem reli dua minggu untuk mata uang eksportir secara global dan telah memantapkan dolar AS karena investor kembali condong ke arah keamanan.

Pernyataan hawkish dari Gubernur Federal Reserve AS Christopher Waller juga membalikkan ekspektasi baru-baru ini bahwa Fed mungkin berhenti sejenak setelah kenaikan suku bunga pada Juni dan Juli.

"Saya menganjurkan 50 (kenaikan basis poin) dipertimbangkan setiap pertemuan sampai kita melihat pengurangan inflasi yang substansial. Sampai kita mendapatkannya, saya tidak melihat titik untuk berhenti," kata Waller.

Fed Funds berjangka turun tajam, terutama kontrak untuk bulan-bulan awal tahun depan, karena investor bersiap untuk kenaikan suku bunga tanpa henti yang akan mendorong suku bunga acuan menuju 3,0 persen pada pertengahan 2023.

Baca juga: Pasar saham global menuju kenaikan mingguan pertama dalam 8 pekan

Dolar diperdagangkan pada Selasa di 1,0744 dolar per euro, naik 0,3 persen, dan 128,16 yen, sekitar 0,4 persen lebih tinggi.

Dolar Australia dan Selandia Baru yang sensitif terhadap perdagangan jatuh, dengan Aussie terakhir turun 0,2 persen pada 0,7180 dolar AS dan kiwi turun 0,4 persen pada 0,6530 dolar AS.

Harga minyak naik setelah Uni Eropa setuju untuk memangkas impor minyak dari Rusia pada akhir 2022. Minyak mentah berjangka AS naik menjadi 117,70 dolar AS per barel.

Dolar yang lebih kuat mendorong emas spot sedikit lebih rendah menjadi 1.848 dolar AS per ounce.

Bitcoin menguat semalam, melonjak hampir 8,0 persen dan melampaui 32.000 dolar AS untuk pertama kalinya dalam tiga minggu. Bitcoin duduk sedikit di bawah itu pada 31.540 dolar AS di awal sesi Asia.

Baca juga: Rupiah masih berpeluang menguat, dibayangi kekhawatiran resesi global

Baca juga: IHSG diperkirakan bergerak datar jelang libur Hari Lahir Pancasila

Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2022