• Beranda
  • Berita
  • Pembangunan kota pesisir harus hati-hati agar tak picu banjir rob

Pembangunan kota pesisir harus hati-hati agar tak picu banjir rob

31 Mei 2022 16:43 WIB
Pembangunan kota pesisir harus hati-hati agar tak picu banjir rob
Ilustrasi: Foto udara kondisi banjir limpasan air laut ke daratan atau rob yang merendam kawasan Terminal Petikemas Pelabuhan Tanjung Emas Semarang, Jawa Tengah, Senin (23/5/2022). Banjir rob dengan ketinggian bervariasi hingga mencapai 1,5 meter itu disebabkan oleh tingginya pasang air laut serta adanya tanggul yang jebol di kawasan tersebut. ANTARA FOTO/Aji Styawan/rwa.

Pada kawasan-kawasan tertentu ataupun pemukiman, penurunan akan lebih cepat karena ada beban di atasnya

Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyarankan agar pembangunan kota-kota pesisir harus dilakukan dengan sistem rekayasa ataupun desain pembangunan yang lebih hati-hati, agar tidak menyebabkan penurunan muka tanah yang memicu banjir rob.

Sekretaris Badan Geologi Kementerian ESDM Ediar Usman mengatakan kawasan pesisir, terutama di Pantai Utara Jawa, mengandung bebatuan sedimen yang belum terkonsolidasi, sehingga rentan untuk mengalami penurunan akibat beban bangunan yang terlalu berat dan daya dukung tanah yang kurang baik.

"Pada kawasan-kawasan tertentu ataupun pemukiman, penurunan akan lebih cepat karena ada beban di atasnya," kata Ediar dalam konferensi pers tentang 'banjir rob di Pantai Utara Jawa Tengah' yang dipantau di Jakarta, Selasa.

Berdasarkan data Badan Geologi, karakteristik geologi di kawasan pesisir utara Jawa Tengah terkhusus Pekalongan, Semarang, dan Demak, sebagian besar disusun oleh endapan tanah lunak yang biasanya memang berpotensi terjadinya penurunan muka tanah. Adapun rata-rata laju penurunan muka tanah secara umum terjadi sekitar 5,6 sentimeter per tahun.

Baca juga: Banjir rob 2 meter lebih landa pesisir Kota Semarang

Setelah terjadi penurunan muka tanah, maka air laut pasang atau gelombang tinggi akan mudah merendam kota-kota yang berlokasi di kawasan pesisir.

Kepala Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan Rita Susilawati mengatakan banjir rob yang terjadi di 30 titik lokasi di Jawa Tengah berada di atas tanah lunak bebatuan aluvium yang berumur muda, sehingga belum terkonsolidasi.

"Badan Geologi coba untuk memetakan di mana saja terdapat sebaran tanah lunak di Indonesia, sehingga kita bisa mengantisipasi kemungkinan terjadinya penurunan tanah," kata Rita.

"Kalau memang sebaran tanah lunak tersebut berada di kawasan yang sedang berkembang, kawasan perkotaan, kawasan industri, ataupun kawasan strategis lainnya, maka kita harus berhati-hati," pungkasnya.

Langkah strategis berupa penataan kota, penanaman hutan mangrove di sepanjang kawasan pesisir, dan mengendalikan pemanfaatan air tanah yang berlebihan menjadi upaya untuk menanggulangi dampak penurunan muka tanah yang dapat memicu bencana banjir rob di masa depan.

Baca juga: Pakar UGM: Penggunaan air tanah skala besar di utara Jawa perlu diatur

 

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2022