Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis, meminta keterangan Bendahara Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Mardani H. Maming dalam tahap penyelidikan kasus dugaan korupsi.Perlu kami sampaikan bahwa hubungan Bapak Mardani dan Bapak Dwidjono selaku terdakwa in casu.
"Informasi yang kami peroleh benar, ada permintaan keterangan dan klarifikasi yang bersangkutan oleh tim penyelidik," kata Plt. Juru Bicara Ali Fikri di Jakarta, Kamis.
Kendati demikian, dia belum dapat menjelaskan lebih detail perihal kasus apa sehingga tim penyelidik memintai keterangan Mardani.
"Kami saat ini tidak bisa sampaikan materinya mengingat masih kegiatan penyelidikan," ucap Ali.
Sebelumnya, nama Mardani sempat disebut dalam perkara dugaan korupsi peralihan izin usaha pertambangan (IUP) di Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, yang menjerat mantan Kepala Dinas ESDM Kabupaten Tanah Bumbu Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo.
Dwidjono kini berstatus terdakwa dan perkara tersebut masih berjalan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banjarmasin.
Mardani pun membantah terlibat dalam perkara tersebut saat menjabat sebagai Bupati Tanah Bumbu.
Kuasa hukum Mardani, Irfan Idham, dalam keterangan pada hari Senin (11/4), mengatakan pemberitaan sejumlah media yang menyebut kliennya terlibat pada kasus yang terjadi 10 tahun lalu itu tidak benar dan tidak berdasar pada fakta hukum.
"Perlu kami sampaikan bahwa hubungan Bapak Mardani dan Bapak Dwidjono selaku terdakwa in casu adalah hubungan struktural bupati dan kepala dinas," kata Irfan.
Dengan demikian, lanjut dia, bahasa "memerintahkan" yang dikutip media dari kuasa hukum Dwidjono harus dimaknai sebagai bahasa administrasi yang wajib dilakukan oleh seorang kepala dinas jika terdapat adanya permohonan oleh masyarakat, termasuk pula permohonan atas IUP PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN).
Dalam suratnya kepada KPK, Dwidjono menyebut Mardani adalah pihak yang memerintahkannya sebagai bawahan untuk pengalihan IUP tersebut.
Irfan mengatakan bahwa kewajiban melaksanakan permohonan peralihan IUP PT PCN merupakan perintah undang-undang. Dengan demikian, kata dia, sudah menjadi kewajiban bagi bupati dan kepala dinas saat itu untuk menindaklanjuti setiap permohonan serta surat yang masuk.
"Kalaupun dinilai ada kesalahan pada proses administrasi pelimpahan IUP, hal tersebut adalah tindakan pejabat administrasi negara yang batu ujinya ada pada peradilan administrasi negara dan/atau Pengadilan Tata Usaha Negara," ucap Irfan.
Ia menyebut pernyataan kuasa hukum Dwidjono merupakan asumsi yang tidak memiliki basis fakta dan tidak berdasar hukum. Terlebih lagi, perkara Dwidjono masih dalam status pemeriksaan dan masih berjalan di Pengadilan Tipikor Banjarmasin.
Baca juga: Dwidjono pastikan Mardani H Maming tak terima gratifikasi izin tambang
Baca juga: PBNU: Jangan larut dalam opini menyudutkan Bendahara Umum PBNU
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022