• Beranda
  • Berita
  • MUI membolehkan daging kurban didistribusikan dalam bentuk olahan

MUI membolehkan daging kurban didistribusikan dalam bentuk olahan

2 Juni 2022 22:11 WIB
MUI membolehkan daging kurban didistribusikan dalam bentuk olahan
Pedagang bertransaksi sapi di pasar hewan Tertek, Kediri, Jawa Timur, Senin (23/5/2022). Sejumlah pedagang hewan kurban setempat menyatakan terancam merugi karena dua bulan menjelang Idul Adha kesulitan mencari stok hewan kurban dengan harga kompetitif karena larangan masuk hewan ternak dari luar daerah guna menanggulangi penyebaran penyakit mulut dan kuku (PMK). ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani/aww.

daging kurban dapat didistribusikan ke daerah yang membutuhkan dalam bentuk daging segar atau daging olahan

Majelis Ulama Indonesia (MUI) membolehkan daging kurban didistribusikan dalam bentuk olahan ke daerah-daerah yang membutuhkan demi pemerataan pascakebijakan pembatasan pergerakan hewan di daerah wabah penyakit mulut dan kuku (PMK).

"Ketika hewan menumpuk di satu daerah dan tidak bisa keluar ke daerah lain karena kebijakan karantina, akibatnya daging kurban juga bisa jadi menumpuk. Untuk itu daging kurban dapat didistribusikan ke daerah yang membutuhkan dalam bentuk daging segar atau daging olahan," ujar Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.

Ketentuan ini dituangkan ke dalam Fatwa MUI Nomor 32 Tahun 2022 tentang Hukum dan Panduan Pelaksanaan Ibadah Kurban saat Kondisi Wabah PMK yang ditetapkan pada Selasa (31/5)

Baca juga: MUI: Hewan kurban terkena PMK kategori berat tidak sah disembelih

Fatwa ini ditetapkan setelah adanya permohonan fatwa dari Kementerian Pertanian RI. Menindaklanjuti permohonan tersebut, MUI melakukan pendalaman substansi masalah dengan mengundang ahli di bidang peternakan dan kesehatan veteriner untuk mengetahui lebih lanjut ihwal PMK, gejala klinisnya, pengaruh, serta mitigasinya.

Sebelumnya, Asrorun mengatakan bahwa hukum berkurban dengan hewan kurban yang terkena penyakit mulut dan kuku (PMK) dengan kategori berat tidak sah untuk disembelih.

"Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat seperti lepuh pada kuku hingga terlepas dan/atau menyebabkan pincang/tidak bisa berjalan serta menyebabkan sangat kurus hukumnya tidak sah dijadikan hewan kurban," ujar dia.

Baca juga: MUI Sulsel terbitkan rekomendasi antisipasi penularan PMK

Fatwa tersebut juga mengatur ketentuan hewan kurban terkena PMK yang dirinci sesuai dengan kondisi faktual hewan tersebut.

"Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori ringan, seperti lepuh ringan pada celah kuku, kondisi lesu, tidak nafsu makan, dan keluar air liur lebih dari biasanya hukumnya sah dijadikan hewan kurban," kata Asrorun.

Sementara apabila hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat dan sembuh dari PMK dalam rentang waktu yang dibolehkan kurban (tanggal 10 sampai dengan 13 Dzulhijah), maka hewan ternak tersebut sah dijadikan hewan kurban.

Baca juga: MUI DIY minta masyarakat hindari hewan terpapar PMK untuk kurban

Baca juga: Human Initiative berikan layanan kemudahan masyarakat berkurban

Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2022