"Pelanggaran hak cipta berupa transfer lagu dari komputer ke telepon seluler membuat cukup banyak produser yang bangkrut karena hasil penjualan album tidak sesuai harapan," kata Ketua Persatuan Artis, Musisi, Pencipta dan Insan Musik (Pramusti) Bali I Gusti Ngurah Murthana di Denpasar, Sabtu.
Dia mengatakan, selain itu, beberapa perusahaan rekaman yang biasa memproduseri musisi pop Bali menolak untuk melakukan kerja sama karena takut merugi.
Ketakutan dari para produser musik tersebut, tambah Murthana, muncul setelah melihat penurunan penjualan album yang kondisinya sudah cukup parah dalam beberapa tahun terakhir.
"Saat ini penjualan album hanya mencapai ribuan copy, bahkan untuk mencapai penjualan album sebanyak 2.000 copy saja dalam setahun sangat susah," ujar pria yang akrab dipanggil Rahma tersebut.
Dia menjelaskan, sejak saat itu terjadi penurunan penjualan sampai 500 persen, lanjut dia, penyebabnya adalah perkembangan teknologi dan pembajakan kaset.
Padahal saat masa kejayaan musisi Bali dari 2004-2009, umumnya para musisi dapat menjual album sampai 50.000 copy dalam satu tahun
Kondisi tersebut, ungkap Rahma, membuat sebagian musisi menjadi meredup bintangnya sehingga membuat banyak yang tidak aktif berkarya atau malah beralih profesi ke bidang lain.
"Namun tetap masih ada musisi yang masih bertahan dan tetap aktif untuk mempertahankan eksistensi musik pop berbahasa Bali tersebut," katanya.
Menurut Rahma, meski terjadi keterpurukan penjualan album tidak membuat para anggotanya yang masih aktif itu pasrah dan kalah semangat, terbukti masih ada juga yang meluncurkan album.
Seperti yang dilakukan oleh grup band Triple X (XXX) dengan meluncurkan album terbaik beberapa waktu lalu yang mendapat sambutan yang hangat dari penggemarnya.
(T.KR-IGT/Z002)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2012