Pemerintah mengharapkan Festival Musikal Indonesia (FMI) yang akan digelar Agustus mendatang bisa menjadi wadah yang membawa kebaruan bagi bidang seni dan budaya tanpa meninggalkan identitas lokal.Ilmunya boleh dari luar (negeri), boleh saja, tapi menjadi keindonesiaan itu sangat penting
“Ini (FMI) baik untuk kelokalan-kelokalan kita. Yuk, kita rangkul semuanya sehingga menjadi sesuatu yang baru. interpretasi baru tapi tetap dalam konteks lokal," kata Direktur Perfilman, Musik, dan Media, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Ahmad Mahendra.
"Ilmunya boleh dari luar (negeri), boleh saja, tapi menjadi keindonesiaan itu sangat penting,” kata Mahendra saat konferensi pers peluncuran FMI secara virtual, Selasa.
Baca juga: "Jelajahin Livin Sanur Fest" 2022 tampilkan Slank hingga Fourtwnty
FMI merupakan sebuah program baru dari Direktorat Perfilman, Musik dan Media Kemendikbudristek bekerjasama dengan Yayasan Eksotika Karmawibhangga Indonesia (EKI). Festival ini bertujuan untuk memperkenalkan seni pertunjukan atau musikal Indonesia kepada masyarakat melalui pentas panggung, pameran, dan kegiatan lainnya.
FMI diselenggarakan pada 20-21 Agustus 2022 di Teater Besar Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta. Festival menghadirkan pentas musikal dari tujuh grup sebagai penampil utama antara lain Artswara, EKI Dance Company, Flodanzoka, Jakarta Movin, Kampus Betawi, Swargaloka, dan Teman Production.
Mahendra berpendapat bahwa pertunjukan musikal acapkali dikenal oleh masyarakat berasal dari Inggris dan Amerika. Namun, seni yang menggabungkan unsur musik, akting, dan tari ini juga telah muncul dalam pentas tradisional seperti wayang kulit, lenong Betawi, ludruk, opera Batak, dan sebagainya.
Menurutnya, ilmu pengetahuan mengenai seni pertunjukan dari luar negeri boleh saja diserap namun nilai kelokalan seyogianya tidak boleh hilang ketika diadaptasi menjadi suatu karya baru.
Baca juga: Navy Jazz Traffic Festival jadi obat kerinduan konser musik
Ia juga mencontohkan bagaimana pementasan monolog “Inggit Garnasih”, seri “Di Tepi Sejarah”, atau program Sandiwara Sastra dalam bentuk siniar (podcast) yang belum lama ini diluncurkan mampu menarasikan sejarah dengan kemasan yang baru.
“Itu adalah misi kami sehingga cerita-cerita itu (dapat) masuk dan didengar generasi muda,” tuturnya.
Mahendra mengatakan pihaknya mendukung gelaran FMI yang digerakkan oleh para seniman dan pelaku budaya. Hal tersebut, kata Mahendra, sejalan dengan yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.
Senada, Kapokja Apresiasi dan Literasi Musik Direktorat Perfilman, Musik dan Media Kemendikbudristek Edi Irawan juga mendorong agar seluruh pihak bekerja sama untuk memajukan dan memperkuat ekosistem seni musikal melalui gelaran FMI.
“Mudah-mudahan ini (FMI) juga mendapat simpati dan minat dari masyarakat yang sudah sangat merindukan bahwa karya-karya besar akan lahir,” katanya.
Baca juga: FLAVS Festival 2022 hadirkan perpaduan musik hip hop dan musik tradisi
Baca juga: Festival Parade Pesona Kebangsaan di Ende dimeriahkan sanggar lokal
Baca juga: Polri gelar Festival Musik Jalanan Piala Kapolri 2022
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2022