Namun, Presiden Asosiasi Timah Indonesia (ITA), Hidayat Arsani dalam keterangannya di Jakarta, Jumat mengatakan, ITA yang menaungi lebih kurang 20 pengusaha smelter di Bangka Belitung menolak untuk menjual hasil produksinya melalui ICDX yang menggunakan nama atau kode INATin.
ICDX adalah pasar derivative untuk produk timah yang memperdagangkan timah produksi Indonesia dengan Kode INATin, katanya.
ITA, menurut dia, mengusulkan agar code INATin diganti dengan nama lain yang lebih mewakili karakter pulau Bangka Belitung.
Kepulauan Bangka Belitung sebagai penghasil timah terbesar di Indonesia akan turut mendunia seiring kian populernya produk timah asal Indonesia, ucapnya.
Hidayat Arsani menambahkan, pembentukan pasar timah internasional di Indonesia merupakan langkah strategis, karena Indonesia adalah pengekspor timah terbesar di dunia.
Namun Indonesia masih tidak berdaya menghadapi ulah para spekulan yang kerap mempermainkan harga.
Dengan adanya pasar timah internasional itu seluruh produsen timah berharap agar harga timah bisa terkendali, tuturnya.
Dengan terkendalinya harga timah, lanjut dia , maka seluruh produsen timah Indonesia, seperti PT Timah (Persero) Tbk tidak lagi merugi terus-menerus.
Para produsen timah Indonesia bisa melaksanakan kewajibannya, mulai dari reklamasi hingga membiayai kegiatan sosial perusahaan (CSR).
Timah Tak Keberatan
Direktur Utama PT Timah (Persero) Tbk, Wachid Usman yang ditunjuk sebagai Ketua Pembentukan Bangka Tin Market, mengatakan, pihaknya tidak keberatan mengenai perubahan nama tersebut.
Karena perubahan itu hanya pergantian kode transaksi di ICDX saja, ungkap Wachid.
Untuk itu, menurut dia, akan digelar public expose guna mensosialisasikan perubahan nama kode transaksi tersebut.
"Mengenai nama pengganti bagi kode transaksi INATin, mudah-mudahan dalam satu dua hari kita sudah menemukan nama yang tepat untuk pengganti INATin ," kata Wachid.
Wachid menjelaskan bahwa terbentuknya pasar timah internasional di Indonesia melalui ICDX adalah langkah awal untuk menciptakan pasar timah internasional di Bangka Belitung.
Namun kendalanya, selain kekurangan sumberdaya manusia, untuk saat ini infrastruktur pun masih dianggap belum memadai.
"Semua tergantung kesiapan kita. Bisa hari ini, besok atau tahun depan. Tetapi selama belum siap, kita tetap menjual produk timah melalui ICDX, ujarnya. (A011/O001)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2012