"Standar testing Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) adalah 1 per 1.000 penduduk yang kontak. Jadi, tidak semua penduduk ditesting. Posisi Indonesia sekitar 20.000-an yang harus kita lakukan testing," kata Mohamad Syahril yang dikonfirmasi melalui telepon di Jakarta, Kamis.
Syahril mengatakan peningkatan angka kasus COVID-19 sebesar 31 persen dalam kurun tiga pekan terakhir di Tanah Air juga turut dipengaruhi oleh capaian testing terhadap penduduk yang mengalami kontak erat dengan pasien terkonfirmasi positif SARS-CoV-2 penyebab COVID-19.
"Faktor lain adalah perilaku masyarakat yang kurang disiplin terhadap protokol kesehatan yang disarankan para pakar," kata Syahril, menambahkan.
Data yang dilansir dari Satgas Penanganan COVID-19 melaporkan tren kasus mingguan di Indonesia kembali naik, yakni sebesar 31 persen. Data pada 22 Mei 2022, kasus positif berjumlah 1.814 kasus, namun kini naik menjadi 2.385 kasus.
Kasus aktif harian juga ikut mengalami peningkatan sebesar 328 kasus atau 10 persen. Dari kasus aktif harian yang terlaporkan pada 2 Juni 2022, yakni 3.105 kasus, sekarang bertambah menjadi 3.433 kasus.
Terdapat lima provinsi yang menjadi penyumbang kenaikan kasus COVID-19 tertinggi, dalam sepekan terakhir, yakni DKI Jakarta (30 persen), Banten (38 persen), Jawa Barat (18 persen), DI Yogyakarta (45 persen) dan Jawa Timur (37 persen).
Syahril yang juga menjabat sebagai Dirut RSPI Sulianti Saroso itu mengatakan kegiatan survailens berupa testing maupun pelacakan kasus kontak pada saat ini tidak semasif yang dilakukan pada situasi pandemi sebelumnya.
"Survailens saat ini tidak masif, tapi tetap dilakukan, terutama pada pasien kontak. Tidak masif karena angka indikatornya rendah," katanya.
Situasi terkendali berdasarkan ketentuan WHO dari indikator angka positivity rate ditetapkan di bawah 5 persen, keterisian tempat tidur rumah sakit (bed occupancy rate/BOR) di bawah 5 persen, angka kematian di bawah 3 persen, dan testing 1 per 100.000 penduduk yang mengalami kontak.
"Kenaikan kasus di Indonesia dalam tiga pekan terakhir ini masih dalam batas yang sangat terkendali," katanya.
Syahril menambahkan kebijakan Presiden Joko Widodo dengan pelonggaran bermasker merupakan sinyal bahwa pandemi di Indonesia sudah terkendali.
"Tapi tetap ada pembatasan dengan maksud kita tidak bebas. Banyak negara lain yang membebaskan semuanya, lalu terjadi lonjakan kasus dan lockdown lagi," katanya.
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2022