Adapun beberapa lokasi yang digeledah, yaitu rumah pribadi tersangka mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti (HS) dan rumah dinas jabatan Wali Kota Yogyakarta, rumah dari beberapa tersangka lain. serta kantor perusahaan swasta yang terkait dengan kasus.
"Tim penyidik terus mengumpulkan beberapa bukti tambahan di antaranya ditemukan dan diamankan berbagai bukti berupa berbagai dokumen terkait dengan permohonan perizinan di wilayah Kota Yogyakarta dan alat elektronik yang diduga terkait dengan perkara," kata Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Jumat.
Penggeledahan tersebut dalam penyidikan kasus dugaan suap pengurusan perizinan di wilayah Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta.
"Analisis dan penyitaan masih akan dilakukan untuk lengkapi berkas perkara penyidikan para tersangka," ucap Ali.
Sebelumnya, KPK juga telah menggeledah tiga lokasi di Kota Yogyakarta pada hari Selasa (7/6), yakni Kantor Wali Kota Yogyakarta, Kantor Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Yogyakarta, dan Kantor Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman Kota Yogyakarta.
Tim penyidik menemukan dan mengamankan berbagai dokumen dengan catatan khusus dari tersangka Haryadi untuk penerbitan izin mendirikan bangunan (IMB) yang diduga kuat terkait dengan kasus.
KPK telah menetapkan empat tersangka kasus tersebut. Sebagai penerima ialah Haryadi Suyuti (HS), Kepala DPMPTSP Kota Yogyakarta Nurwidhihartana (NWH), dan Triyanto Budi Yuwono (TBY) selaku sekretaris pribadi merangkap ajudan Haryadi.
Sementara itu, sebagai pemberi adalah Vice President Real Estate PT Summarecon Agung (SA) Tbk Oon Nusihono (ON).
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan bahwa pada tahun 2019 ON melalui Dandan Jaya K selaku Dirut PT Java Orient Property (JOP) mengajukan permohonan izin mendirikan bangunan (IMB) mengatasnamakan PT JOP untuk pembangunan apartemen Royal Kedhaton yang berada di kawasan Malioboro dan termasuk dalam wilayah cagar budaya ke Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta.
PT JOP adalah anak usaha dari PT SA Tbk.
"Proses permohonan izin kemudian berlanjut pada tahun 2021 dan untuk memuluskan pengajuan permohonan tersebut, ON dan Dandan Jaya diduga melakukan pendekatan dan komunikasi secara intens serta kesepakatan dengan HS yang saat itu menjabat selaku Wali Kota Yogyakarta periode 2017—2022," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (3/6).
KPK menduga ada kesepakatan antara ON dan HS, antara lain HS berkomitmen akan selalu "mengawal" permohonan izin IMB tersebut dengan memerintahkan Kadis PUPR untuk segera menerbitkan IMB dan dilengkapi dengan pemberian sejumlah uang selama pengurusan izin berlangsung.
Selama penerbitan IMB itu, diduga terjadi penyerahan uang secara bertahap dengan nilai minimal sekitar Rp50 juta dari ON untuk HS melalui TBY dan juga untuk NWH.
Pada tahun 2022, kata Alex, IMB pembangunan apartemen Royal Kedhaton yang diajukan PT JOP akhirnya terbit, kemudian pada hari Kamis (2/6), ON datang ke Yogyakarta untuk menemui HS di rumah dinas jabatan wali kota dan menyerahkan uang sekitar 27.258 dolar AS yang dikemas dalam goodie bag melalui TBY sebagai orang kepercayaan HS dan sebagian uang tersebut juga untuk NWH.
Baca juga: Pukat UGM dorong KPK jerat korporasi dalam kasus suap Haryadi Suyuti
Baca juga: KPK temukan catatan khusus Haryadi Suyuti terkait penerbitan IMB
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022