Tahun ini, setelah rata-rata menyelesaikan kompetisi liga Mei lalu, negara-negara Eropa melanjutkan kompetisi ke tingkat negara dalam UEFA Nations League, sekalipun tak semua pemain klub mengikutinya.
Nations League adalah kompetisi unik yang melengkapi Kejuaraan Eropa atau Piala Eropa atau EURO yang diadakan setiap empat tahun sekali atau setiap tahun setelah Piala Dunia.
Tapi turnamen kontinental seperti EURO dimiliki oleh semua kawasan, baik Asia, Afrika, Amerika Selatan maupun CONCACAF. Bahkan sejak 2021 ada Piala Arab.
Namun sistem Nations League yang mulai dikompetisikan pada 2018 berbeda dari Piala Dunia dan Piala Eropa karena diadakan dalam sistem musim seperti terjadi pada tingkat klub.
UEFA Nations League biasanya dimainkan dari September hingga November tahun genap, dan Juni tahun ganjil berikutnya. Untuk itu, boleh dibilang juara Nations League dinobatkan setiap dua tahun.
Baca juga: Hansi Flick keluhkan jadwal laga UEFA Nations League kelewat padat
Tapi musim 2022–2023 berbeda karena dimainkan Juni ini setelah kompetisi klub musim itu bakal dimainkan dari Juni sampai September 2022 mengingat Piala Dunia FIFA 2022 yang digelar di Qatar mesti dimainkan akhir tahun guna menghindari cuaca terik saat musim panas di Timur Tengah.
Amerika utara, tengah dan Karibia atau CONCACAF menjadi satu-satunya kawasan lain yang menggelar Nations League, sedangkan Amerika Selatan malah berencana menggabungkan diri dengan UEFA Nations League mulai musim 2024/2025.
Nations League bukan kompetisi terakhir bagi Eropa karena mulai 2022 benua ini menggelar pula turnamen CONMEBOL–UEFA Cup of Champions atau finalissima.
Karena ini antara dua juara kawasan yang dihidupkan kembali setelah sempat digelar pada 1985 dan 1993, maka turnamen ini hanya diikuti juara Eropa dan juara Amerika Selatan.
Di luar itu Eropa masih memiliki turnamen-turnamen junior, mulai Piala Eropa U-17 sampai Piala Eropa U-21 yang tak kalah menariknya dari turnamen senior karena diikuti talenta-talenta muda yang tak jarang sudah berpredikat bintang seperti gelandang timnas Spanyol, Pedri, yang pada EURO 2020 tahun lalu dinobatkan sebagai pemain muda terbaik.
Baca juga: Turki dan Rumania menang, Bosnia diimbangi Montenegro
Kualitas semakin baik
Pada tingkat klub, lain lagi. Eropa memiliki kompetisi yang juga lebih banyak dibandingkan dengan kawasan lain.
Di luar kompetisi liga dan piala yang rata-rata setiap negara mempunyai dua kompetisi piala seperti Liga Inggris yang memiliki Piala FA dan Piala Liga, masih ada empat kompetisi tingkat Eropa yang diorganisir badan sepak bola Eropa, UEFA.
Kompetisi kontinental pertama adalah Liga Champions yang mulai diadakan pada 1955 dalam nama Piala Eropa Klub atau Piala Champions sampai kemudian menjadi Liga Champions sejak 1992.
Saat ini ada 37 liga profesional sepak bola di seluruh Eropa, yang menghimpun 1.000 klub dari 31 negara.
Tapi tak semua liga berhak bertanding dalam Liga Champions. Sebaliknya dari 32 tim yang berkompetisi dalam Liga Champions, hanya beberapa liga yang bisa mengikutnya dan itu pun jatahnya berbeda-beda, tergantung koefisien liga.
Baca juga: Johnson hindarkan Wales dari kekalahan lawan Belgia
Semakin tinggi koefisien sebuah liga sepak bola, semakin banyak tim yang berhak mengikuti Liga Champions. Sebaliknya, semakin kecil koefisien liga, semakin sedikit tim yang bisa berkompetisi dalam Liga Champions.
Oleh karena itu, Liga Inggris yang berkoefisien tinggi memiliki perwakilan klub lebih banyak dibandingkan misalnya Rusia yang memiliki koefisien liga lebih rendah.
Kompetisi kontinental kedua adalah Liga Europa yang sebelum 2009 dinamai Piala UEFA dan awalnya kompetisi kontinental strata ketiga sejak pertama diadakan pada 1971.
Yang ketiga, Liga Conference Europa yang baru diadakan pada 2021. Sedangkan yang keempat adalah Piala Super Eropa yang mempertemukan juara Liga Champions dengan juara Liga Europa.
Tak ada kompetisi yang diadakan seberjenjang seperti terjadi di Eropa. Tapi justru berkat kompetisi yang super-intensif ini, kualitas sepak bola Eropa semakin baik dari waktu ke waktu.
Mereka sulit diruntuhkan, sekalipun kawasan seperti Afrika mencapai kemajuan yang signifikan dalam kualitas sepakbolanya.
Itu pula yang membuat Eropa mendominasi Piala Dunia FIFA yang adalah turnamen sepak bola paling akbar dan perhelatan olahraga kedua terbesar setelah Olimpiade.
Profesionalisme total
Dari 21 trofi Piala Dunia sejak edisi pertama 1930, 12 di antaranya direbut oleh negara-negara Eropa. Sembilan lainnya digondol negara-negara Amerika Selatan.
Dari delapan negara yang menjuarai Piala Dunia itu, lima di antaranya dari Eropa, sedangkan tiga lainnya dari Amerika Selatan.
Eropa juga mendominasi tim yang menjadi runner up Piala Dunia dari masa ke masa. Delapan negara Eropa 16 kali menjadi runner up Piala Dunia, sedangkan dari Amerika Selatan hanya ada dua negara yang menjadi runner up.
Di samping karena peserta Eropa jauh lebih banyak dibandingkan dengan negara-negara lain mengingat koefisien dan peringkatnya yang rata-rata tinggi, prestasi tinggi sepak bola Eropa juga buah dari begitu banyaknya kompetisi sepak bola di benua ini.
Baca juga: Mancini tegaskan laga kontra Inggris tak sama dengan final Euro 2020
Dan buahnya itu tak saja dinikmati Eropa, karena kawasan-kawasan lain di dunia juga mencicipinya. Ini terjadi karena talenta-talenta terbaik semua kawasan turut dibesarkan oleh liga-liga Eropa mengingat benua ini menjadi ajang bertarung para pesepakbola terbaik dari lima benua.
Piala Dunia 2022 bisa jadi tetap menjadi arena unjuk gigi tim-tim Eropa, selain tim-tim Amerika Selatan.
Yang menarik adalah apakah Qatar akan melahirkan juara dunia muka baru? Pertanyaan ini selalu diajukan setiap Piala Dunia, dan selalu pula tim-tim Eropa yang menjadi calon-calon terkuatnya. Belanda, Portugal dan Belgia adalah yang paling sering disebut.
Hal utama yang bisa dipetik dari begitu ketatnya kompetisi sepak bola Eropa adalah hubungannya yang tegak lurus dengan kian tingginya prestasi dan makin bagusnya kualitas olahraga.
Hal lainnya yang menarik adalah kaitannya dengan aspek industrialnya yang faktanya terus membesar dari masa ke masa, sekalipun hampir dua tahun ini diganggu oleh pandemi COVID-19.
Meminjam data Deloitte, pada 2019, kapitalisasi pasar sepak bola Eropa mencapai 28,4 miliar euro. Namun pada musim 2019/2020 mengalami kontraksi 13 persen.
Tapi tumbuh kembali satu musim kemudian yang menurut Deloitte menangguk total pendapatan 8,2 miliar euro yang 111 juta euro di antaranya dari pendapatan pertandingan atau matchday. 8,1 miliar euro lainnya dari hak siar dan komersial.
Semua itu gambaran bahwa kompetisi yang semakin sengit dan semakin sibuk, telah menciptakan dampak positif ikutan yang melebihi spektrum olahraganya sendiri.
Ini patut ditiru, tapi memang sulit mengingat butuh profesionalisme total dalam segala hal yang belum tentu bisa dilakukan di kawasan lain.
Pewarta: Jafar M Sidik
Editor: Teguh Handoko
Copyright © ANTARA 2022