ITAGI: DBD banyak serang anak kecil dan remaja

15 Juni 2022 16:57 WIB
ITAGI: DBD banyak serang anak kecil dan remaja
Tangkapan layar materi Ketua ITAGI Prof Sri Rezeki Hadinegoro dalam "Peringatan Asean Dengue Day (ADD) 2022" yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu (15/6/2022). (ANTARA/ Zubi Mahrofi)

Berarti ini sangat endemis, kita katakan hyper endemis

Indonesia Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) mengatakan virus dengue penyebab demam berdarah dengue (DBD) banyak menyerang anak kecil dan remaja.
 
"Kasus-kasus kita banyak yang di bawah sembilan tahun," ujar Ketua ITAGI Prof Sri Rezeki Hadinegoro dalam "Peringatan Asean Dengue Day (ADD) 2022" yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu.
 
Ia mengemukakan dari hasil penelitian terhadap 1.800 anak umur 1-18 di 14 provinsi, menunjukkan 25 persen anak umur satu tahun diantaranya sudah pernah terkena dengue. Lalu, pada anak umur lima tahun 50 persen, dan umur 18 tahun mencapai 90 persen.
 
"Berarti ini sangat endemis, kita katakan hyper endemis," ucapnya.
 
Oleh karena itu, lanjut dia, meningkatkan kesadaran dan pemahaman di masyarakat tentang bahaya dan pencegahan demam berdarah dengue (DBD) penting.
 
"Dalam suatu penyakit yang ada berhubungan dengan transmisi dari luar bukan manusia ini menjadi sulit sekali. Bersama-sama kita harus mengurangi kontak nyamuk ini pada manusia," kata dia.

Baca juga: Kemenkes: Kasus DBD di Indonesia menurun

Baca juga: Lima daerah duduki angka kasus DBD tertinggi pada Juni 2021

 
Ia memaparkan terdapat tiga fase jika seseorang terserang virus dengue, yakni fase demam, kritis, dan penyembuhan.
 
Ia mengatakan, pada fase demam seseorang akan mengalami demam tinggi secara tiba-tiba satu sampai tiga hari disertai gejala lain seperti mual dan muntah.
 
"Kalau kita tidak atasi maka dapat masuk ke dalam fase kritis," ujar Sri Rezeki.
 
Pada fase kritis, lanjut dia, menyebabkan seseorang mengalami kebocoran pada plasma, tekanan darah turun sehingga menyebabkan shock, hingga penggumpalan cairan di rongga perut dan pendarahan.
 
"Jadi fase kritis ini kalau bisa jangan sampai terjadi, jadi kita putuskan fase demam jangan sampai fase kritis," tuturnya.
 
Pada fase penyembuhan, Sri Rezeki menyampaikan, pasien sudah mulai sadar, denyut jantung membaik, dan virus sudah mulai menghilang.
 
Baca juga: Kemenkes sebut Buleleng sebagai kabupaten dengan kasus DBD tertinggi
 

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2022