"Tari rejang dewa tidak boleh ditarikan di sembarang tempat, namun khusus di tempat suci," kata Dosen Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar, Dr Wayan Suarjaya di Denpasar Rabu.
Mantan Dirjen Bimnas Hindu Kementerian Agama itu itu menambahkan, tari rejang dewa itu melambangkan penyambutan Sang Hyang Widhi Wasa dan para Dewa yang turun ke alam duniawi.
Penari itu umumnya wanita seusia murid Sekolah Dasar (SD) dengan mengenakan busana adat Bali nominasi warna putih dan kuning dengan perhiasan kepala yang dibuat sedemikian rupa dari bahan janur.
Mereka tampil lincah dan menarik dengan gerakan tubuh mengikuti alunan suara gamelan, musik tradisional Bali yang mengiringinya.
Wayan Suarjaya menambahkan, mereka menari untuk melengkapi upacara keagamaan, baik yang digelar di tempat suci milik keluarga (merajan) maupun di pura dalam lingkungan Desa adat (pekraman).
Seniman cilik itu awalnya belajar menari yang diiringi gamelan Bali hanya sekedar untuk bisa dimanfaatkan bagi kepentingan berperanserta menyukseskan kegiatan ritual.
Oleh sebab itu tidak mengherankan sebagian besar wanita atau masyarakat Bali adalah seniman, karena dalam aktivitas ritual mereka aktif sebagai seniman, baik sebagai menari maupun menabuh gamelan.
Wayan Suarjaya menjelaskan, Bali memiliki aneka ragam jenis kesenian mulai seni yang bersipat profane hingga seni yang bersifat sakral.
Tari profan atau bukan sakral bisa disewa, yang berfungsi sebagai hiburan atau pendukung dari suatu acara tertentu. Oleh sebab itu tidak mesti menggunakan peralatan atau perlengkapan tertentu yang bersifat sakral, tutur Wayan Suarjaya. (ANT)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2012