"Hasil pengamatan di Pantai Sisi, Kecamatan Serasan, Natuna, bekerja sama dengan Lembaga Pengelola Sumberdaya Pesisir, tingkat keberadaan penyu hijau dan penyu sisik semakin menurun. Pada 2012 masih ditemukan 15 penyu naik ke pantai untuk bertelur setiap hari, namun pada 2017 hanya tersisa enam atau tujuh saja," kata tenaga ahli bidang penelitian Jelajah Bahari Natuna, Daeng Cambang, kepada ANTARA, di Ranai, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, Kamis.
Sementara di kawasan konservasi Pulau Senua, populasi penyu juga semakin menurun karena perburuan terhadap telur penyu makin banyak.
Baca juga: BBKSDA lepasliarkan 20 ekor Penyu Lekang
"Pengamatan kami pribadi sejak 2020 hingga 2021 juga terdapat ancaman nyata atas keberlangsungan populasi penyu di Pulau Senua karena tidak dikelola baik, dan pengambilan telur penyu bebas dilakukan oleh warga untuk dikonsumsi," kata dia.
Ia mengungkapkan perdagangan telur penyu di Natuna hingga saat ini masih berlangsung meskipun kegiatan tersebut dilarang berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Tidak hanya itu, diag juga menyampaikan bahwa menurut hukum, perdagangan telur penyu adalah kegiatan ilegal. Dalam UU Nomor 5/1990 disebutkan bahwa pelaku perdagangan satwa dilindungi termasuk telur penyu bisa diancam hukuman lima tahun penjara dan denda Rp100 juta.
Baca juga: KKP gagalkan aksi jual beli telur penyu melalui grup medsos
"Jadi kalaupun ingin dimanfaatkan untuk perekonomian, Penyu bisa dijadikan atraksi wisata bagi warga setempat dengan melakukan kegiatan penetasan dan untuk dilepas ke alam oleh wisatawan. Itu lebih bijak," kata dia.
Ia menyebutkan, berbagai upaya bisa dilakukan oleh masyarakat setempat untuk menjaga kelestarian penyu dengan membentuk kelompok agar adanya pengawasan terhadap pemanfaatan telur penyu dan bukan untuk didagangkan.
"Seharusnya pemerintah setempat melakukan upaya agar keberadaan satwa yang dilindungi ini tidak terancam punah dengan membuat kegiatan konservasi dan pengawasan melibatkan masyarakat sekitar, bukan seperti saat ini diperjualbelikan bebas," kata dia.
Baca juga: Penyu belimbing mati tertabrak kapal di Pelabuhan Ambon
Selain perburuan penyu dan telur penyu kegiatan lain juga turut mengancam populasi penyu di Kepulauan Natuna karena adanya limbah plastik.
"Kami pernah menemukan di Natuna tepatnya Tanjung Datuk seekor penyu mati karena tersangkut jaring dan karena makan sampah plastik. Salah satu makanan penyu adalah ubur-ubur plastik yang hanyut di laut menyerupai ubur-ubur karena itu penyu makan plastik," kata dia.
Karena itu, Ia berharap pada peringatan hari penyu sedunia ini semakin banyak komunitas atau kelompok masyarakat yang peduli atas keberadaan penyu demi keberlangsungan ekosistem laut. "Tidak membuang sampah plastik ke laut, dan bagi wisatawan untuk tidak membawa plastik sekali pakai saat berwisata," kata dia.
Baca juga: 100 tukik belimbing dilepasliarkan ke laut Aceh upaya jaga biota laut
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Natuna, Hadi Suryanto, menjelaskan, terkait kawasan konservasi tidak lagi menjadi wewenang pemerintah kabupaten, namun berada di tingkat provinsi dan pemerintah pusat.
"Sejak 2018 kami tidak lagi memiliki wewenang di laut, dulu sempat Pulau Senua kita jadikan kawasan konservasi laut daerah, namun setelah tidak lagi, tidak ada kegiatan yang kita lakukan," kata dia.
Namun meskipun demikian, menurut dia, upaya menjaga kelestarian lingkungan dan habitat penyu maka Dinas Perikanan Kabupaten Natuna tetap menghimbau kepada masyarakat agar tetap taat pada aturan.
"Kita selalu mendukung upaya pelestarian penyu pada tingkat kecamatan dan desa, kita dorong agar adanya kearifan lokal agar ada upaya konservasi, meskipun kadang kearifan lokal yang diterapkan tidak sepenuhnya pada upaya pelestarian dan konservasi," kata dia.
Selanjutnya dia menghimbau kepada masyarakat agar menjaga lingkung masing-masing agar keberadaan penyu tetap terjaga karena telah ada aturan dan undang-undang terkait hal itu.
Pewarta: Cherman
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2022