"Menariknya, ketika kita mengalami pandemi COVID-19 selama dua tahun belakangan,dalam penelitian kami pandemi ini ternyata menguak kembali fakta tentang ketimpangan masyarakat. Termasuk utamanya adalah yang kami sebut sebagai ketimpangan digital," kata Peneliti UI Dr Herdito Sandi Pratama MHum, dalam keterangannya, Jumat.
Herdito memaparkan penelitiannya yang berjudul Peningkatan Keamanan dan Literasi Digital untuk Mewujudkan Kesejahteraan Global.
Perkembangan teknologi digital saat ini turut membawa perubahan besar pada struktur ekonomi dan berbagai aspek kehidupan masyarakat. Sehingga, digitalisasi menghasilkan potensi sekaligus disrupsi bagi pemerintah dan masyarakat global.
"Kebutuhan untuk memaksimalkan potensi ekonomi digital mendorong perlunya pemahaman lebih lanjut dan mendalam akan masalah digitalisasi ini dalam G20," katanya.
Peneliti UI lainnya Ratih Dyah Kusumastuti ST MT PhD, dalam pemaparannya terkait dengan digitalisasi rantai pasok bahan pangan pokok untuk meminimalkan dampak disrupsi.
"Pada tahun 2021, Indonesia menempati urutan ke 69 dari 113 negara pada Global Food Security Index (The Economist Group, 2022), dengan skor keseluruhan sebesar 59,2, turun sebesar 2,2 poin dari tahun 2020. Disrupsi pada rantai pasok pangan pertanian, terutama pada pangan pokok berdampak signifikan pada keamanan pangan dan hajat hidup masyarakat," ujar Ratih.
Lebih lanjut Ratih mengatakan, policy brief yang dihasilkan akan memuat tentang kebijakan digitalisasi rantai pasok bahan pangan pokok hasil pertanian dengan mengimplementasikan teknologi blockchain untuk meningkatkan ketangguhan rantai pasok sehingga menjamin ketersediaan bahan pangan pokok bagi masyarakat.
Baca juga: Sri Mulyani minta UI berkontribusi pulihkan krisis dunia lewat G20
Baca juga: UI gelar konferensi internasional dukung presidensi G20
Baca juga: Menhub apresiasi bus listrik dari UI
Pewarta: Feru Lantara
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2022