"Kita lakukan edukasi dan pendekatan untuk memberikan implementasi vaksin TB terbaru. Sekarang yang digunakan adalah Vaksin Bacillus Calmette–Guérin (BCG), dan nanti kami gunakan vaksin TB yang lebih baik," kata Wakil Menteri Kesehatan RI Dante Saksono Harbuwono saat meninjau Puskesmas Banguntapan 1 Yogyakarta, Selasa siang.
Dante berharap vaksin terbaru nanti lebih adaptif terhadap kejadian resistensi antimikroba (antimicrobial resistance/AMR) atau kondisi saat virus TB mengalami perubahan, sehingga kebal terhadap obat-obatan yang diberikan.
Baca juga: WHO dorong investasi G20 tanggulangi Tuberkulosis
Upaya Indonesia menekan resistensi antimikroba dilakukan dengan cara meningkatkan kepatuhan pasien meminum obat. "Memang ada efek samping pada saat minum obat, tapi efek samping itu tidak lebih besar daripada keburukannya, apabila obat tidak diminum secara patuh, itu yang picu resistensi obat," ujarnya.
Dante memastikan angka kasus resistensi antimikroba di Indonesia relatif sedikit. Salah satu contohnya di Puskesmas Banguntapan 1 yang hanya mencatat satu pasien TB resistensi obat.
Di lokasi yang sama, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes, Maxi Rein Rondonuwu melaporkan laju kasus TB nasional saat ini berjumlah 824 ribu per tahun atau setara 301/100.000 penduduk. Jumlah itu menurun dari tahun sebelumnya yang mencapai 848.000 kasus.
"Indonesia sedang intensif melakukan pelacakan TB berbasis desa. Penderita TB jangan cuma kepala Puskesmas saja yang tahu, tapi kepala desa hingga kementerian juga tahu," katanya.
Hal itu dilakukan menggunakan aplikasi Sehat IndonesiaKu (ASIK) sebagai bagian dari misi Kemenkes RI dalam upaya mentransformasikan layanan kesehatan dengan membantu tenaga kesehatan melakukan pencatatan data pasien yang lebih efisien dan terintegrasi dalam satu database.
Kelebihan lainnya, aplikasi dapat digunakan tanpa terhubung dengan internet untuk memudahkan tenaga kesehatan di wilayah pelosok maupun kawasan tertinggal dalam meningkatkan pendataan cakupan imunisasi dasar lengkap bagi anak di Indonesia.
Baca juga: Kemenkes: 8 provinsi jadi target prioritas eliminasi TBC di Indonesia
Baca juga: Wamenkes: Pendanaan global pengendalian TB bertambah empat kali lipat
Maxi mengatakan pelaporan kasus TB selama ini juga mengandalkan peran fasilitas layanan kesehatan swasta yang menyumbang 25 persen laporan per tahun.
Sebelumnya, Dirjen WHO saat menghadiri The 1st Health Ministers Meeting (HMM) di Hotel Marriot Yogyakarta, Senin (20/6), menyoroti resistensi antimikroba yang berisiko memicu penyebaran penyakit dan kematian akibat TB semakin tinggi.
"Sejak tahun lalu, untuk pertama kalinya dalam satu dekade terakhir, tren TB membutuhkan investasi dalam negeri dengan dukungan internasional untuk memperluas akses ke layanan pencegahan, diagnostik, dan pengobatan," katanya.
WHO sedang mendorong pengembangan vaksin TB terbaru untuk mengatasi kondisi tersebut. "WHO juga menghargai fokus G20 pada resistensi antimikroba, Kami berharap dapat mendiskusikan topik ini dengan G20," katanya.
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2022