"Kami hanya dijatah 10 liter per bulan, sementara kebutuhan melaut untuk 10 hari saja mencapai 100 liter," kata Zulvan, seorang nelayan Enggano, Rabu.
Ia mengatakan harga bahan bakar minyak (BBM) di pulau itu juga selalu melambung tinggi dari harga jual normal sebab koperasi yang ditunjuk pemerintah menyalurkan BBM menjual kepada pedagang.
Seharusnya, kata dia, masyarakat dapat mengakses langsung pembelian BBM ke pihak koperasi sehingga harganya tidak terlalu tinggi.
"Koperasi menyalurkan ke beberapa pedagang sehingga prosesnya berantai dan harga jadi tinggi. Kalau bisa kami membeli langsung kepada koperasi sehingga harga bisa lebih murah,"tambahnya.
Koordinator Kepala Suku Pulau Enggano atau disebut Pa`abuki, Iskandar Kauno saat dihubungi dari Bengkulu mengatakan sudah mengusulkan penambahan BBM, tapi hingga saat ini belum ditanggapi.
"Kami sudah mengusulkan penambahan BBM jenis premium dari 10 ribu liter menjadi 15 liter per bulan, tapi belum ada tanggapan," katanya.
Iskandar mengatakan usulan tersebut sudah disampaikan secara resmi melalui pemerintah kecamatan setempat sejak Januari 2011.
Surat permintaan penambahan pasokan BBM tersebut kata dia sudah disampaikan kepada koperasi penyalur BBM ke pulau terluar itu.
"Saat dikonfirmasi kepada pengelola koperasi, mereka meminta lagi untuk memasukkan surat permintaan atau usulan penamabahan, berarti surat kami awal tahun 2011 sama sekali tidak ditanggapi," katanya.
Menurutnya, pasokan BBM yang ada saat ini tidak cukup untuk kebutuhan masyarakat sehari-hari, terutama untuk kebutuhan BBM melaut.
Padahal, lebih dari 70 persen masyarakat di pulau itu mengandalkan profesi nelayan sebagai mata pencaharian utama untuk membiayai kehidupan mereka.
Pasokan BBM per bulan yang didistribusi koperasi sebanyak 20 ribu liter per bulan dengan rincian jenis premium sebanyak 10 ribu liter, solar 5.000 liter dan minyak tanah sebanyak 5.000 liter.
"Kami mengharapkan ada penambahan sebanyak 5.000 liter untuk jenis premium karena kebutuhan nelayan untuk melaut cukup tinggi," tambahnya.
Apalagi sejak distribusi BBM berubah menjadi monopoli koperasi Usaha Bersama maka masyarakat semakin kesulitan mendapat bahan bakar tersebut.
Sebelumnya, kata dia, masyarakat bisa membawa sendiri bahan bakar sesuai kebutuhannya menggunakan kapal feri Raja Enggano dan kapal perintis.
Namun, sejak pemerintah mengeluarkan kebijakan bahwa kapal pengangkut bahan bakar harus dipisah dengan kapal penumpang maka distribusi BBM dilakukan oleh koperasi tersebut. (RNI/Z002)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2012