• Beranda
  • Berita
  • Akademisi: Mitigasi bencana abrasi bisa struktural dan non-struktural

Akademisi: Mitigasi bencana abrasi bisa struktural dan non-struktural

23 Juni 2022 12:48 WIB
Akademisi: Mitigasi bencana abrasi bisa struktural dan non-struktural
Akademisi dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Dr. Indra Permanajati. ANTARA/Wuryanti Puspitasari.
Akademisi dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Dr Indra Permanajati mengatakan mitigasi bencana abrasi pantai dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu mitigasi struktural dan non-struktural.

"Secara umum bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu mitigasi struktural dan non-struktural," katanya ketika dihubungi dari Jakarta, Kamis.

Koordinator bidang bencana geologi Pusat Mitigasi Unsoed tersebut menambahkan mitigasi struktural bisa dengan menerapkan hard protection berupa pendirian bangunan serta material penahan ombak atau gelombang laut.

Baca juga: Pakar: Perlu mitigasi jangka panjang atasi bencana abrasi

"Bisa juga dengan soft protection dengan mengembangkan tanaman penahan gelombang seperti tanaman bakau," katanya.

Selain itu, bisa juga dengan mengombinasikan antara hard protection dan soft protection. "Sementara itu secara non-struktural adalah dengan memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pengembangan pemukiman di daerah tersebut dan sosialisasi tentang cara-cara evakuasi jika terjadi bencana abrasi," katanya.

Secara undang-undang, kata dia, juga perlu dikaji secara teknik daerah yang aman dari gelombang untuk membuat aturan pengembangan wilayah.

Dia menambahkan mitigasi juga perlu dilakukan berdasarkan kajian lokasi di suatu daerah dengan memperhatikan faktor alam dan manusia yang tinggal di daerah tersebut.

"Dengan demikian, akan menghasilkan mitigasi yang tepat. Serta diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi berupa jarak aman untuk pemukiman di wilayah pantai berdasarkan parameter yang dihitung," katanya.

Indra juga mengulas mengenai bencana yang terjadi di Pantai Amurang di pesisir utara Pulau Sulawesi merupakan bencana alam yang disebabkan oleh abrasi gelombang laut pantai tersebut. "Gelombang ini yang dimungkinkan menjadi penyebab hilangnya daratan di bibir pantai," katanya.

Secara geologi, kata dia, dimungkinkan beberapa penyebab terjadinya abrasi, yakni karena sudut pantai yang mempunyai kemiringan, sehingga memungkinkan energi karena gelombang arus laut lebih besar dari yang landai.

Baca juga: Peneliti BRIN jelaskan dugaan awal penyebab abrasi di Amurang Minahasa

Baca juga: Warga terdampak abrasi di Minahasa Selatan disiapkan lahan relokasi


Faktor kedua adalah material lunak yang menjadi dasar dari pemukiman di daerah pantai, sehingga tingkat resistensi batuan yang rendah menyebabkan gelombang laut akan mudah mengabrasi dataran di bibir pantai.

Menurut dia, memerlukan penelitian lanjut mengenai komposisi tanah atau batuan di bibir pantai apakah bersifat porous atau tidak.

"Sekiranya bersifat porous atau mudah membuat air meresap, apakah memungkinkan air laut merembes ke dataran dan menyebabkan berkurangnya ikatan antara material penyusun batuan, sehingga menyebabkan tanah di daerah tersebut kehilangan daya dukung tanah, yang selanjutnya berimbas terhadap amblesnya tanah di sekitar bibir pantai tersebut," katanya.

Pewarta: Wuryanti Puspitasari
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2022