Dia menegaskan bahwa keberadaan perlindungan kesejahteraan ibu dan anak sangat urgen untuk dilindungi, melalui Undang-undang.
“Terlebih mengingat masing sangat tingginya angka kasus 'stunting' di Indonesia saat ini, sebagaimana dirilis oleh Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2021, yang mengatakan prevalensi 'stunting' di Indonesia masih berada pada angka 24,4 persen atau 5,33 juta balita,” kata Sturman di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis.
Baca juga: Kementerian PPPA dukung RUU KIA demi perhatikan tumbuh kembang anak
Dia menegaskan bahwa Fraksi PDI Perjuangan akan terus memperjuangkan agar RUU KIA dapat disahkan menjadi undang-undang untuk menghadirkan kesejahteraan bagi ibu dan anak.
"Memang proses yang harus dilalui oleh RUU KIA ini masih sangat panjang, namun Fraksi PDI-Perjuangan berkomitmen untuk terus memperjuangkan RUU ini untuk disahkan menjadi undang-undang,” ujarnya.
Menurut dia, keberadaan RUU KIA sudah lama diusulkan fraksi lain dan Fraksi PDI-Perjuangan melihat RUU tersebut sangat penting untuk mengurangi stunting di Indonesia.
Karena itu menurut Sturman, menjadi alasan mengapa RUU KIA telah menjadi kebutuhan negara dan masyarakat di Indonesia.
Namun dia memastikan bahwa dalam proses perumusan RUU tersebut di DPR akan memperjuangkan agar tidak bertentangan dengan undang-undang lainnya seperti Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja.
"Kami pastinya memperjuangkan agar jangan sampai RUU KIA bertentangan dengan undang-undang yang sudah ada, misalnya UU Tenaga Kerja. Kedua jangan memberatkan Pemerintah, memang prosesnya masih panjang agar ini bisa diterima semua pihak termasuk pengusaha dan masyarakat,” katanya.
Sebelumnya, Baleg DPR RI memutuskan untuk membawa draf RUU KIA menjadi RUU inisiatif DPR. Dalam draf tersebut mengatur perpanjangan masa cuti bagi ibu yang melahirkan hingga waktu istirahat bagi ibu yang keguguran.
Cuti melahirkan dalam draf RUU KIA diusulkan paling sedikit 6 bulan yaitu diatur dalam Pasal 4 Ayat (2) huruf a yaitu “selain hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap Ibu yang bekerja berhak: a. mendapatkan cuti melahirkan paling sedikit 6 (enam) bulan”.
Selain itu pada draf RUU KIA juga mengatur terkait cuti bagi para suami yang mendampingi istri melahirkan seperti yang tertuang di Pasal 6 yaitu (1) Untuk menjamin pemenuhan hak Ibu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c, suami dan/atau Keluarga wajib mendampingi.
(2) Suami sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berhak mendapatkan hak cuti pendampingan:
a. melahirkan paling lama 40 (empat puluh) hari; atau
b. keguguran paling lama 7 (tujuh) hari.
Baca juga: Baleg: RUU KIA tunjukkan komitmen politik DPR RI
Baca juga: Pengusaha minta kajian mendalam kebijakan cuti melahirkan 6 bulan
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2022