Aroma semerbak rempah begitu terasa ketika memasuki rumah produksi minuman tradisional yang dikelola Abdul Mutakin di Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan.ditetapkan dalam Peraturan Gubernur Nomor 11 tahun 2017 tentang Ikon Budaya Betawi
Ada aroma jahe, cengkih, hingga kapulaga di dalam rumah bercat kuning yang dinamakan Rumah Produksi Bir Pletok Bang Isra.
Di rumah produksi yang berada di tengah kediaman bergaya Betawi itu, Abdul bersama kakak-kakaknya menjalankan usaha keluarga, meracik bir pletok khas Betawi.
Dibantu enam orang pekerja, ia memproduksi minuman tradisional penghangat tubuh itu sejak 2017.
Baca juga: HUT DKI, ondel-ondel raksasa bakal dipamerkan di TIM
Para pekerja itu adalah ibu-ibu rumah tangga di sekitar rumahnya yang digandeng untuk menghidupkan usaha skala mikro tersebut.
Mereka berbagi tugas, ada yang meracik rempah, memasak hingga mengemas minuman berwarna merah itu menjadi dua ukuran, ada yang berukuran 250 mililiter dan 600 mililiter.
Untuk sekali produksi, ia membutuhkan sekitar 10 kilogram jahe yang dipasok dari Pasar Induk Kramat Jati dan bahan rempah lain yang jumlahnya kurang dari satu kilogram.
Rata-rata per hari, ia mampu memproduksi sekitar 500 botol bir pletok tanpa pengawet, dengan rata-rata produksi tiga kali dalam satu minggu.
Adapun nama Bang Isra diambil dari nama almarhum sang kakak yang menginisiasi pengembangan kuliner khas Betawi melalui usaha keluarganya.
Sebagai putra Betawi asli, Abdul ingin berkontribusi untuk melestarikan budaya Bir Pletok yang menjadi salah satu ciri khas Jakarta.
Kehadiran berbagai merek minuman hingga aneka kopi gaya milenial tidak menyurutkan niatnya untuk mengembangkan bir pletok.
Ia yakin bir pletok terus diminati karena dari sisi produksi, bahan baku berupa rempah cukup mudah didapatkan sehingga bisa tetap berjalan agar keberadaannya tetap eksis.
Baca juga: Ikon Betawi siap sambut Anies di Setu Babakan
Awalnya, minuman itu diproduksi hanya sebatas acara keluarga dan kerabat atau hanya hadir di kegiatan seremonial atau pameran seperti Pekan Raya Jakarta (PRJ).
Dengan produksi berkelanjutan, ia pun memasok bir pletok di sejumlah titik di antaranya kawasan wisata budaya Setu Babakan, restoran hingga tempat publik seperti stasiun kereta di Tebet, Jakarta Selatan.
"Rasa tanggung jawab kami terhadap budaya Betawi itu tetap ada, faktor ekonomi juga tetap kami jalani sehingga berimbang," kata bapak dua anak itu.
Bir pletok merupakan minuman tradisional yang sejatinya tidak mengandung alkohol, alias tidak memabukkan.
Rempah yang diracik menjadi bir pletok semua rempah yang biasa ditemukan di Tanah Air yakni jahe, cengkih, serai, biji pala, kapulaga, kayu manis, kayu secang, daun pandan, daun jeruk, lada, cabai jawa, dan gula.
Minuman tradisional itu dipercaya memiliki khasiat untuk menghangatkan tubuh dan menjaga daya tahan tubuh.
Ikon Betawi
Selain bir pletok, ada juga ikon Betawi lainnya yakni kerak telor.
Makanan legenda itu bisa dikatakan memiliki nasib hampir serupa dengan bir pletok yang berupaya tetap eksis di tengah gempuran kuliner Barat dan kekinian.
Kuliner yang terbuat dari bahan utama ketan, telor, dan serundeng itu kerap menjadi incaran masyarakat yang rindu dengan makanan tradisional Jakarta.
Penyajian sederhana dan cara memasak menggunakan arang dalam tungku menjadikan makanan khas Betawi itu unik.
Meski begitu, tidak banyak tempat dan penjual ditemukan secara merata di Ibu Kota yang menghadirkan kerak telor.
Biasanya, kerak telor dijual secara individu oleh pedagang keliling atau di beberapa titik saja yang bisa dihitung jari.
Baca juga: Jokowi sediakan lahan workshop untuk batik betawi
Selain itu, panganan tersebut biasanya ada ketika hajatan hingga festival atau pameran yang diadakan pemerintah seperti PRJ.
Yusuf Saepudin merupakan satu dari sejumlah pedagang kerak telor yang hadir di ajang pameran terbesar di Indonesia itu.
Ia mengaku meneruskan tradisi sang kakek yang melestarikan makanan kerak telor.
Kini, ia tetap eksis menjajakan kerak telor di kawasan Banjir Kanal Timur (BKT) Duren Sawit, Jakarta Timur agar masyarakat tidak lupa dengan makanan khas Betawi.
Selain kuliner, ada juga ondel-ondel yang juga ikon budaya Betawi.
Serangkaian HUT ke-495 DKI Jakarta, sejumlah seniman ikut berpartisipasi memeriahkan hajatan, dengan menampilkan kreasi sepasang boneka besar khas Betawi itu.
Seniman Suprayogi merupakan salah satu pegiat ondel-ondel dari Jagakarsa, Jakarta Selatan yang hampir tiap tahun memamerkan kreasinya.
Pada hajatan HUT DKI, ia akan memamerkan 12 boneka yang terbuat dari anyaman bambu itu di Taman Ismail Marzuki (TIM) pada 19 Juni 2022.
Suprayogi mengharapkan melalui pameran itu masyarakat lebih mengenal ondel-ondel secara utuh sehingga berkembang ke arah lebih positif demi pelestarian budaya Jakarta.
Seniman yang menggeluti ondel-ondel sejak 1999 itu menilai pameran khusus tersebut akan menjadi wadah melestarikan seni dan budaya asli masyarakat Betawi.
Dukungan eksistensi
Bir pletok, kerak telor dan ondel-ondel adalah ikon budaya Betawi yang ditetapkan dalam Peraturan Gubernur Nomor 11 tahun 2017 tentang Ikon Budaya Betawi.
Selain ketiga ikon itu, lima ikon budaya Betawi lainnya yakni kembang kelapa, ornamen gigi balang, baju sadariah, kebaya kerancang, dan batik Betawi.
Dalam Peraturan Daerah Nomor 4 tahun 2015 tentang Pelestarian Kebudayaan Betawi, penyelenggaraan pelestarian juga meliputi delapan ikon budaya Betawi tersebut disamping soal kepurbakalaan, film, museum, sejarah hingga sastra.
Pelestarian kebudayaan Betawi menjadi krusial di tengah modernitas masyarakat Jakarta.
Sebagai wadah berkumpulnya masyarakat Betawi, Badan Musyawarah (Bamus) Betawi juga memegang kunci untuk mendukung pelestarian budaya Jakarta.
Ketua Umum Bamus Betawi Riano P Ahmad menjelaskan organisasinya memberikan dukungan pelestarian kebudayaan Betawi di antaranya fasilitasi seniman, perajin dan UMKM melalui pelatihan digital.
Selain itu, untuk memberikan perlindungan mereka diajak mendirikan koperasi Betawi yang tujuan akhir semuanya adalah untuk budaya Betawi lestari dan terjaga, agar bisa terus berkelanjutan.
Baca juga: Kemendagri dukung DKI ganti dokumen penduduk usai ubah nama jalan
Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2022