Petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) di Suaka Margasatwa Muara Angke (SMMA), Aripin mengatakan, makanan manusia yang kadang disimpan di rumah warga Pluit Karang Asri sebagai persembahan atau sisa makanan yang dibuang ke tempat sampah berpotensi menarik perhatian kawanan makaka.
"Takutnya kalau mengambil dari makanan masyarakat, terganggu juga habitatnya itu di sini. Padahal, di sini ada makanan mereka, salah satunya mangrove pidada dan nipah," kata Aripin kepada wartawan di Jakarta Utara, Rabu.
Menurut Aripin, mungkin warga perumahan tidak berniat mengasih makanan itu kepada makaka. Tapi jarak antara kawasan konservasi alam dengan pemukiman penduduk yang dekat membuat kawanan spesies monyet ekor panjang itu bisa berjalan atau berenang untuk mencari makanan tersebut.
Makaka,salah satu spesies asli penghuni kawasan Suaka Margasatwa Muara Angke sebetulnya memiliki makanan asli sesuai habitatnya, yaitu berupa mangrove pidada dan nipah.
Kebiasaan mencari makanan manusia, menurut Aripin, diduga karena masyarakat sering memberi makan kalau bertemu mereka.
Baca juga: Berjibaku merestorasi mangrove di Suaka Margasatwa Muara Angke
Untuk itu, pihak BKSDA pernah mengeluarkan imbauan untuk tidak memberi makan monyet di sana supaya perbuatan itu tidak mempengaruhi kebiasaan asli mereka mengonsumsi pidada dan nipah.
"Selalu di pinggir jalan itu kalau banyak masyarakat mengasih makan, dia (makaka) terlalu mengumpul di situ. Jadi kami imbau masyarakat tidak mengasih makan," kata Aripin.
Aripin memastikan jumlah mangrove dan nipah di Suaka Margasatwa Muara Angke cukup untuk konsumsi kawanan makaka di kawasan konservasi itu, yang diperkirakan jumlahnya antara 60-100 ekor.
Tapi buah-buahan seperti pisang, apel, dari masyarakat diduga juga menarik bagi makaka. Kalau itu diberikan, mereka akan buru-buru menghampiri meski di pinggir jalan.
Kemungkinan, makaka yang menyambangi perumahan mewah di Pluit itu salah satunya dari SMMA. Tapi sekarang, menurut Aripin, monyet ekor panjang itu seperti sudah menetap di perumahan Pluit Karang Asri.
"Kalau saya lihat itu di Blok 10 (Jalan Pluit Karang Asri Blok 10 RW 013 Kelurahan Pluit). Itu ada salah satunya (kumpul) di sana," katanya.
"Saya enggak tahu kenapa, mungkin karena mereka punya kaki, berjalan, atau di pinggir sungai, berenang," kata Aripin.
Baca juga: Suaka Margasatwa Muara Angke dikembangkan jadi pusat edukasi
Ke depan, karena khawatir makaka akan mengumpul terus di tempat itu, BKSDA mengimbau agar mereka jangan dikasih makan. Selain itu, kalau ada tong sampah, dipilah agar tidak ada sampah sisa-sisa makanan.
"Karena khawatir tempat sampah didatangi makaka, lalu diberantakin semua karena mereka mencari makan," katanya.
Sementara itu, perwakilan Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI) Itang menyebutkan, pernah menemukan 26 ekor makaka di Pluit Karang Asri.
"Kami pernah mengecek daerah tersebut untuk penghitungan populasi, berdasarkan data ada 26 ekor di Pluit Karang Asri," kata Itang.
Padahal monyet ekor panjang yang mempunyai nama "latin macaca fascularis" itu memiliki habitatnya sendiri. Umumnya dapat ditemui di hutan pantai atau hutan mangrove dan di pegunungan dengan ketinggian 1.300 meter di atas permukaan laut.
Sedangkan untuk pakan makaka di Suaka Margasatwa Muara Angke, YIARI belum mempunyai data yang riil terkait jumlahnya.
Baca juga: Duka Suaka Marga Satwa Muara Angke
Namun berdasarkan cara penilaian langsung, pakan tersebut dinilai masih mencukupi untuk para makaka tersebut.
"Imbauan, dari sisi tempat sampah. Jangan sampai tempat sampah itu terbuka, harus tertutup dan juga jangan sampai memberi makan si monyet tersebut," kata Itang pula.
SMMA adalah sebuah kawasan konservasi di wilayah Kelurahan Kapuk Muara, Penjaringan, Jakarta Utara. Namun dari peta Google terlihat kawasan itu juga berseberangan dengan perumahan Pluit Karang Asri dengan dibatasi aliran Kali Angke.
Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2022