• Beranda
  • Berita
  • Rektor Unhan: Kesaktian Pancasila sudah terbukti di Indonesia

Rektor Unhan: Kesaktian Pancasila sudah terbukti di Indonesia

29 Juni 2022 19:00 WIB
Rektor Unhan: Kesaktian Pancasila sudah terbukti di Indonesia
Rektor Universitas Pertahanan Laksdya TNI Prof. Dr. Amarulla Octavian. ANTARA/HO-Humas Unhan

Tingginya kualitas pendidikan nasional mendorong terbentuknya ketahanan nasional yang kokoh menghadapi serangan dari luar.

Rektor Universitas Pertahanan (Unhan) Laksamana Madya TNI Amarulla Octavian mengatakan bahwa Pancasila sudah menjadi ideologi yang menjadi dasar kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia.
 
"Pancasila suatu ideologi yang sudah terbukti kesaktiannya di republik ini," kata Prof. Dr. Ir. Amarulla Octavian, S.T., M.Sc., DESD saat menjadi pembicara kunci Seminar Peringatan Hari Lahir Pancasila bertema Implementasi Pancasila untuk Memperkokoh Nasionalisme dan Bela Negara pada Civitas Akademika Perguruan Tinggi di Kampus Unhan Sentul, Bogor, Jawa Barat, Rabu.
 
Menurut dia, Pancasila banyak keunggulannya, yakni pada sila pertama jelas unggul dari ateisme, komunisme, animisme, sekularisme, dan materialisme. Selanjutnya, sila kedua unggul dari fasisme, radikalisme, dan ekstremisme.
 
Sila ketiga unggul dari feodalisme, primordialisme, dan rasialisme; sila keempat, unggul dari totalitarianisme dan otoritarianisme; sila kelima, unggul dari liberalisme dan kapitalisme.
 
Demi membuat Pancasila makin berperan penting, kata dia, lembaga pendidikan harus memberikan kualitas pendidikan yang tinggi.
 
"Tingginya kualitas pendidikan nasional mendorong terbentuknya ketahanan nasional yang kokoh menghadapi serangan dari luar, baik serangan ideologi, serangan ekonomi, serangan budaya, maupun serangan fisik," kata Octavian dalam siaran persnya.
 
Pertentangan suku/etnis, pertentangan agama, pertentangan ras, dan pertentangan golongan membelenggu terwujudnya ketahanan sosial budaya berakibat rendahnya nasionalisme dan patriotisme.
 
"Pendidikan pada semua strata harus mengajarkan nilai-nilai kebajikan memahami perbedaan suku/etnis, agama, ras, dan golongan, bukan untuk dipertentangkan. Berbeda keyakinan tidak berarti bermusuhan," katanya.
 
Oleh karena itu, dia berharap lembaga pendidikan harus aktif memantau proses regulasi dan kebijakan pemerintah yang dapat mendorong kemajuan cara berpikir masyarakat yang terstruktur dan sistematis.
 
Lembaga pendidikan harus ikut serta memublikasikan berbagai gagasan ilmiah untuk meningkatkan kemampuan berpikir masyarakat dan semangat bela negara.
 
"Selalu memberikan solusi dan akses penggunaan fasilitas dan teknologi pendidikan untuk masyarakat luas. Memberikan apresiasi dan membantu terciptanya kreativitas dan inovasi oleh masyarakat kalangan bawah," ujarnya.
 
Selain itu, mengoptimalkan kurikulum pendidikan berbasis nilai-nilai Pancasila secara berjenjang dan berlanjut mulai SD, SMP, SMA, hingga perguruan tinggi (S-1, S-2, dan S-3). Memanfaatkan teknologi pendidikan untuk membentuk cara berpikir yang logis dan rasional dalam proses belajar mengajar.
 
Sementara itu, Prof. Pribadiyono memaparkan hasil riset dan temuannya yang melihat instrumen kebangsaan dan bela negara.
 
Dikatakan pula bahwa wawasan kebangsaan dan semangat bela negara tidak hanya dibangun dari kesadaran kognitif, tetapi juga emotional bonding.
 
Menurut dia, tak mungkin memahami Pancasila tanpa keseimbangan otak kiri dan otak kanan. Tak mungkin melaksanakan Pancasila tanpa cinta tanah air berkobar.
 
Pribadiyono memandang perlu perubahan mindset dari yang terkungkung pada pandangan sempit sehingga pada akhirnya bisa terbangun karakter pemimpin negarawan.
 
"Jadi, harus ada transformasi mindset," kata Pribadiyono.
 
Doktor Ilmu Geopolitik dan Pertahanan Hasto Kristiyanto sebagai moderator seminar yang juga dihadiri secara daring Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah.

Baca juga: KBRI Beijing upacara Kesaktian Pancasila saat libur nasional

Baca juga: Akademisi: Hari Kesaktian Pancasila, momentum aktualisasi nilai-nilai

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022