"Isu kesehatan publik dan kebijakan kompetisi memiliki dua objek yang berbeda. Jadi menurut saya, ini persoalan koordinasi di antara lembaga negara. KPPU bisa berkoordinasi dengan BPOM dan melakukan kajian bersama," ujarnya di Jakarta, Kamis.
Hal itu dikatakannya menanggapi pernyataan Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Chandra Setiawan yang menyebutkan secara pribadi tidak setuju ada pelabelan Bisfenol A (BPA) terhadap kemasan galon guna ulang dengan alasan hal itu sama dengan menyerahkan pengawasan kepada masyarakat.
"Kalau saya pribadi tidak setuju ada pelabelan BPA. Saya lebih setuju adanya pengawasan yang harus dilakukan oleh BPOM dengan membuat sistem pengawasan melekat pada pabrik,” ujar Chandra di Jakarta, Minggu (26/6) lalu.
Menyerahkan pengawasan kepada masyarakat, lanjutnya, tidak boleh, karena pengetahuan masyarakat yang heterogen dan masyarakat tidak punya alat (tools) yang dapat mendeteksi kadar BPA.
Sementara itu, Mursal mengakui isu kesehatan publik acapkali bersentuhan dengan isu persaingan usaha, seperti dalam rencana BPOM menerapkan peraturan pelabelan BPA.
Namun demikian, dia tetap berpandangan bahwa KPPU baru bisa menggunakan kewenangannya jika lembaga itu menemukan praktik riil persaingan usaha tidak sehat yang terkait dengan peraturan BPOM tersebut.
Mursal menegaskan, BPOM dan KPPU adalah dua lembaga yang memiliki wewenang di wilayah berbeda. Wilayah wewenang BPOM adalah kesehatan publik yang berhubungan langsung dengan masyarakat, sedangkan KPPU berwenang di wilayah praktik dan perjanjian bisnis.
“KPPU itu murni melihat B2B (business to business) untuk menjamin tidak adanya praktik persaingan usaha tidak sehat, seperti monopoli dan kartel,” katanya melalui keterangan tertulis.
Kesehatan publik, menurut Mursal, merupakan isu pelindungan hak asasi manusia, oleh karena itu BPOM sesuai amanat konstitusi perlu mengeluarkan kebijakan pelabelan BPA tersebut.
“Jika yakin ini murni untuk melindungi kesehatan masyarakat apalagi sudah melakukan riset saintifik tentang dampak BPA, BPOM bisa tetap menerapkan kebijakan tersebut karena ini amanat Konstitusi.”
BPA merupakan bahan kimia yang menjadi bahan baku dalam proses produksi kemasan plastik keras atau polikarbonat, seperti galon guna ulang yang digunakan industri air minum dalam kemasan yang mana 94 persen galon guna ulang yang beredar terbuat dari polikarbonat.
Baca juga: Apdamindo: Pelabelan BPA tak pengaruhi usaha depot air minum
Baca juga: Disinformasi Bisfenol A senyawa berbahaya dalam plastik kemasan
Pewarta: Subagyo
Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2022