• Beranda
  • Berita
  • Ini cara kenali perbedaan DBD, tifus dan malaria

Ini cara kenali perbedaan DBD, tifus dan malaria

30 Juni 2022 17:56 WIB
Ini cara kenali perbedaan DBD, tifus dan malaria
Ilustrasi - demam (ANTARA/Pexels)
Staf Divisi Tropik Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM dr. Adityo Susilo, Sp.PD-KPTI, FINASIM menjelaskan perbedaan demam berdarah dengue (DBD), tifoid (biasa disebut tifus) dan malaria yang memiliki gejala hampir mirip.

"Ini lumayan sulit, karena gejalanya sama-sama demam," kata Adityo dalam sebuah webinar kesehatan pada Kamis.

Adityo memaparkan DBD merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue yang ditularkan oleh gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Ciri nyamuk tersebut memiliki bintik-bintik putih di tubuhnya.

Salah satu kunci penting dari gejala DBD adalah demam tinggi yang muncul mendadak, kemudian pasien juga mengalami sakit kepala hebat, mata berat, nyeri otot, dan lemas.

"Infeksi ini juga bisa mengganggu proses pencernaan di lambung, maka tidak jarang pasien juga mengalami mual, nyeri ulu hati, sehingga kemampuan makan dan minum menjadi sangat turun," jelas Adityo.

Baca juga: Studi Tanzania: Kelambu insektisida mampu turunkan kasus malaria

Gejala tersebut, kata Adityo, muncul saat fase awal di mana virus sedang sangat aktif yang pada umumnya berlangsung selama tiga hari.

"Uniknya, setelah demam turun, justru kita masuk fase kritis. Ini karena antibodi mulai terbentuk dan sifatnya lebih destruktif. Proses perlawanan menjadi semakin hebat dan risiko syok dan pendarahan akan meningkat. Ini akan berlangsung tiga hari, tapi beberapa kasus bisa extend," ujar Adityo.

"Setelah di akhir fase kritis, demam bisa muncul lagi tapi tidak setinggi di awal. Setelah itu baru kita masuk fase penyembuhan, tentu keluhan lebih baik, trombosit meningkat, dan kondisi akan pulih," lanjutnya.

Sedangkan tifoid, Adityo mengatakan penyakit tersebut disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang biasanya ditemukan di air atau makanan yang terkontaminasi. Menurut dia, gejala demam tifoid tidak mendadak seperti DBD, melainkan muncul secara bertahap.

"Demamnya mengikuti pola anak tangga, di mana dari hari ke hari, demamnya semakin tinggi," kata Adityo.

Adityo mengatakan salah satu yang dapat menjadi penanda demam tifoid adalah pola yang terbalik. Artinya, demam akan lebih tinggi pada malam hari dibandingkan pagi atau siang hari.

Lebih lanjut, Adityo mengatakan tifoid juga memiliki gejala yang berkaitan dengan pencernaan. Tak jarang, pasien akan mengeluh konstipasi atau susah buang air besar. Meski demikian, ada pula yang justru mengalami diare.

Sementara itu malaria merupakan penyakit yang disebabkan parasit Plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina.

"Malaria memiliki gejala yang lebih khas. Kita mengenal trias malaria yang menjadi keluhan spesifik penyakit ini," tutur Adityo.

Adapun pola trias malaria tersebut, kata dia, adalah cold stage yaitu fase di mana pasien menggigil hebat, hot stage atau fase demam tinggi, dan sweating stage atau fase saat demam mulai berangsur turun tapi pasien akan sangat berkeringat.

"Berbeda dengan DBD, demam karena malaria akan turun dengan sendirinya meski tanpa obat," tutup Adityo.

Baca juga: Demam dengue atau COVID-19, kenali beda gejalanya

Baca juga: Kenali beda gejala demam dengue dan DBD

Baca juga: Cegah DBD dan demam dengue, jangan bosan bersihkan rumah

Pewarta: Suci Nurhaliza
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2022