• Beranda
  • Berita
  • Mahasiswa ITB torehkan prestasi di L'Oral Brandstorm 2022

Mahasiswa ITB torehkan prestasi di L'Oral Brandstorm 2022

3 Juli 2022 15:30 WIB
Mahasiswa ITB torehkan prestasi di L'Oral Brandstorm 2022
Tiga mahasiswa ITB yakni Angela Thrisananda Kusuma, Salma Yasifa, dan Yumna Dzakiyyah menorehkan prestasi di L'Oréal Brandstorm 2022, di Singapura, berkat inovasi hyper-personalized skincare berbasis hormon yang disebut “HyperSync”. ANTARA/HO-Humas SBM ITB.
Tiga mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) yakni Angela Thrisananda Kusuma, Salma Yasifa, dan Yumna Dzakiyyah menorehkan prestasi di L'Oréal Brandstorm 2022, di Singapura, berkat inovasi hyper-personalized skincare berbasis hormon yang disebut “HyperSync”.
 
Berdasarkan siaran pers Humas SBM ITB, Minggu, tidak hanya mewakili ITB namun juga Indonesia di Brandstorm International Final, mereka berhasil menjadi satu dari tiga tim pemenang yang mengalahkan 83.000 tim lainnya.
 
Tim yang mereka namakan ‘Mon Soleil’ ini berhasil menjuarai L'Oréal Brandstorm 2022 di kategori Tech Track dengan inovasi hyper-personalized skincare berbasis hormon yang disebut “HyperSync”.
 
Penciptaan inovasi ini bermula dari podcast yang didengar Yumna di perjalanan.

Baca juga: PT Timah-Alumni ITB Babel "ngobrol bareng" mendukung G20 Belitung
 
"Aku kadang kalau di jalan suka dengar podcast, lalu ada satu podcast yang menceritakan keluhan dia tentang masalah kulitnya karena hormon, di mana dia bilang harus tes hormon berkali-kali yang mahal. Terus, aku merasa hormon itu sangat berpengaruh ke kulit, lalu aku diskusi sama Salma dan Angela,” ujar Yumna.
 
Setelah ia dan timnya mengetahui dari jurnal kalau ada hubungan antara kesehatan kulit dengan hormon maka mereka mengontak expert untuk validasi.
 
Yumna juga menyebut beberapa dosen ITB yang membantu mereka dalam proses pengembangan HyperSync.
 
"Kita coba kontak Dosen SITH yang spesialisasi endokrinologi, Dr Lulu Lusianti Fitri, M Sc juga Dosen SF Amirah Adlia untuk validasi awal. Setelah itu, kita validasi alat ke Dosen STEI, Isa Anshori, PhD, bahkan kita sempat ke dermatologist untuk validasi ide ini. Jadi, kita memang multidisiplin, mendapat banyak bantuan dari profesional, dosen, termasuk L'Oréal Indonesia,” ujar Yumna.

Baca juga: Sekolah Farmasi ITB dorong riset terkait produk tembakau alternatif
 
Anggota tim lainnya, Salma, mengatakan selain dukungan dari ITB, prestasi ini dapat mereka raih berkat latar belakang mereka yang berbeda-beda.
 
“Background tim kita diverse. Aku dari jurusan Sains dan Teknologi Farmasi, Yumna dari Teknik Elektro, dan Angel dari Kewirausahaan, jadi kita bisa bagi peran berdasarkan ilmu yang kita punya. Ide kita itu berbasis hormon sama digital, jadi bagian hormon, seperti jenis produk atau serumnya itu bagian aku, untuk teknikal dan digitalnya bagian Yumna, dan bisnis, marketing, atau partnership itu bagian Angela,” ujar Salma.
 
Anggota tim lainnya, Angel juga menceritakan awal mula tim ini terbentuk.
 
“Kita ketemu di non-profit organization yang sama tahun 2020, jadi sudah kenal dari 2 tahun yang lalu. Waktu itu aku leader organisasinya, Yumna dan Salma di divisi yang sama. Aku dan Salma sering lomba bareng, pernah ikut Brandstorm 2021 juga, tapi belum menang. Setelah itu, kita bertiga memutuskan untuk ikut lomba yang sama, yaitu L'Oréal Brandstorm 2022,” kata Angela.

Baca juga: Pakar ITB: Pertamina RD bukti keunggulan teknologi dalam negeri

Dia mengatakan karena L'Oréal Brandstormdimana ini innovation competition, bukan hanya lomba business case biasa sehingga inovasinya harus bisa disampaikan end-to-endnya dari sisi teknikalnya hingga sisi bisnisnya.
 
"Di sini background kita yang diverse melengkapi setiap partnya,” tambah Angela.
 
Namun, latar belakang mereka yang berbeda-beda juga menjadi salah satu kendala dalam perjalanan mereka.
 
“Kita beda jurusan, beda kesibukan, jadi susah untuk menyamakan jadwal. Untuk menghadapi kendala ini, kita saling berbagi schedule, jadi kalau misalnya aku lagi sibuk skripsian minggu ini, kita ganti jadwal. Atau kalau Yumna atau Salma sibuk praktikum, kita kerjanya malam,” ujar Angela.
 
Tantangan lain yang dihadapi Mon Soleil dalam mengembangkan HyperSync adalah kompleksitas dari produk tersebut.
 
“Banyak hal-hal yang kita tidak tahu atau cuma tahu permukaannya saja, jadi kita harus validasi sama expert. Dan itu jadi tantangan gimana kita harus cari siapa orang yang kira-kira capable untuk validasi ini, dan bagaimana caranya supaya kita bisa komunikasi sama mereka,” tutur Angela.
 
Perjalanan Mon Soleil dengan HyperSync akan berlanjut di Paris.
 
Sebagai pemenang dari L'Oréal Brandstorm 2022, Mon Soleil berkesempatan untuk memulai Intrapreneurship dibawah naungan kampus startup terbesar dunia, Station F.
 
Angela berharap, melalui kesempatan ini, Mon Soleil dapat bertemu banyak expert dan mendapat banyak ilmu untuk mematangkan HyperSync.
 
Harapannya, HyperSync dapat menjadi sebuah solusi all-in-one yang terintegrasi untuk mencegah masalah kulit yang bisa muncul di masa mendatang.
 
Melalui HyperSync, orang-orang dapat berinvestasi di kesehatan kulit mereka dalam satu alat, sesuai slogan HyperSync, ‘One test, one device, long-term result.’

Pewarta: Ajat Sudrajat
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2022