Dia mengatakan masalah logistik yang terkait dengan perang dengan Rusia, terutama di pelabuhan Odesa, memukul ekspor dan menyebabkan arus masuk mata uang ke Ukraina turun menjadi sekitar 2,5 miliar dolar AS (sekitar Rp37,6 triliun) per bulan dari sekitar 7 miliar dolar AS (sekitar Rp105,2 triliun) sebelum perang.
"Kami sedang berproses dengan PBB mencoba untuk membuka blokir proses ini, tetapi saya pikir kami membutuhkan langkah-langkah yang lebih tegas dari mitra Barat kami untuk membuka blokir Laut Hitam," kata Shurma di sela-sela Ukraine Recovery Conference, Selasa.
Dia mengatakan ekonomi Ukraina telah menyusut 30-40 persen sejak Rusia menyerang negara itu pada 24 Februari 2022, dan penting bagi Ukraina untuk memiliki akses ke pendanaan.
"Sangat penting untuk mendapatkan 5 miliar dolar AS per bulan karena jika tidak, dalam satu atau dua bulan, akan sangat sulit untuk menjaga keseimbangan seluruh sistem," kata Shurma.
"Biaya uang ke Ukraina akan sangat tinggi dan tidak ada proyek yang akan membayar kembali biaya dana untuk Ukraina," kata dia.
Dia mengatakan Kiev membutuhkan dukungan politik untuk membatasi biaya pendanaan.
Menteri Luar Negeri Inggris Liz Truss mengatakan kepada Reuters pada Senin (4/7) bahwa Inggris melakukan apa yang bisa dilakukan untuk memulai kembali ekonomi Ukraina dan mendapatkan ekspor gandum dari Odesa.
Setelah perang berakhir, ekonomi Ukraina dapat menempatkan kembali dirinya sebagai pemasok energi hijau yang penting dengan potensi hingga 50 gigawatt dan pengekspor panganan ke Eropa serta menjadi alternatif pusat produksi bagi China.
Sumber: Reuters
Baca juga: Ukraina: Pertempuran terjadi di pelabuhan, pabrik baja Mariupol
Baca juga: Menteri: Rusia rintangi pelabuhan laut Azov Ukraina
Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2022