Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyebut negara-negara G20 perlu atasi ketimpangan dalam aliran investasi hijau antara negara maju dengan negara berkembang.Forum ini sudah saatnya duduk sama rendah, berdiri sama tinggi untuk kebaikan bangsa dunia,
"Saya katakan jujur dalam forum terhormat ini, ada ketidakadilan dalam aliran investasi antara negara maju dan berkembang dalam investasi di bidang energi hijau. Ini masih sangat timpang," kata Bahlil di hadapan delegasi G20 dalam rilis pertemuan kedua Trade, Investment, and Industry Working Group (TIIWG)/The Second TIIWG Meeting di Surakarta, Jawa Tengah, Rabu.
Ia mengungkapkan, hanya satu perlima saja investasi energi hijau yang mengalir ke negara berkembang. "Dengan kata lain 2/3 dari total populasi dunia hanya mendapatkan 1/5 dari total investasi hijau," katanya.
Selain itu, Bahlil juga mengatakan harga jual beli kredit karbon (carbon credit) berasal dari proyek-proyek hijau yang bersumber dari negara maju diklaim jauh lebih mahal dibandingkan dari negara berkembang.
Bahlil menyebut, harga karbon negara berkembang senilai 10 dollar AS, sementara negara maju 100 dollar AS. Padahal, lanjutnya, dalam berbagai forum internasional negara dunia sepakat menurunkan emisi rumah kaca.
Baca juga: Teten dorong investasi ekonomi hijau di sektor UMKM
Oleh karena itu, Menteri Investasi mendorong negara-negara G20 agar mengatur tata kelola harga karbon secara adil agar tidak ada ketimpangan yang signifikan dalam aliran investasi hijau.
"Saya tidak ingin ada sebuah perlakuan yang tidak adil, sebab persoalan emisi persoalan dunia. Forum ini sudah saatnya duduk sama rendah, berdiri sama tinggi untuk kebaikan bangsa dunia," katanya.
Pembahasan soal investasi hijau yang mendukung pemulihan ekonomi global masuk sebagai salah poin bahasan yang dibahas pertemuan Kedua TIIWG. Adapun secara keseluruhan tiga isu yang dibahas adalah yakni Reformasi WTO (World Trade Organization); Respon Perdagangan, Investasi, dan Industri terhadap Pandemi dan Arsitektur Kesehatan Global; serta Mendorong Investasi Berkelanjutan dalam rangka Pemulihan Ekonomi Global.
Dalam Pertemuan Pertama TIIWG sebelumnya, telah dibahas tiga isu lainnya yaitu Peran Sistem Perdagangan Multilateral untuk akselerasi pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), Perdagangan Digital dan Rantai Nilai Global yang Berkelanjutan (Sustainable Global Value Chains/GVCs), serta Industrialisasi Inklusif yang Berkelanjutan melalui Industri 4.0.
Pertemuan Kedua TIIWG ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Presidensi G20 Indonesia tahun 2022. Adapun pergelaran acara Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 nantinya akan dilaksanakan di Bali pada November 2022.
Baca juga: DKI Jakarta bakal tawarkan 18 proyek investasi hijau dalam JIF 2022
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2022