• Beranda
  • Berita
  • UNDP: Krisis biaya hidup picu peningkatan kemiskinan ekstrem di dunia

UNDP: Krisis biaya hidup picu peningkatan kemiskinan ekstrem di dunia

7 Juli 2022 13:01 WIB
UNDP: Krisis biaya hidup picu peningkatan kemiskinan ekstrem di dunia
UN Assistant Secretary-General & Director UNDP Crisis Bureau Asako Okai (tengah), Global Director Urban Disaster Risk Management, Resilience, & Land Global Practice World Bank Sameh Wahba (kedua kiri), Chief of Branch for the Intergovernmental Processes, Interagency Cooperation and Partnership UNDRR Paola Albrito (kedua kanan), Direktur UNDRR Ricardo Mena (kiri), dan Sekretaris Utama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Lilik Kurniawan (kanan) berfoto bersama pada penutupan World Reconstruction Conference 5 (WRC5) dalam rangkaian Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) 2022 di Nusa Dua, Bali, Selasa (24/5/2022). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/nym.

"Dengan (kondisi) itu, ancaman kerusuhan sosial meningkat dari hari ke hari," katanya.

Krisis biaya hidup membuat 71 juta orang di negara-negara miskin terjerumus ke dalam kemiskinan ekstrem, menurut laporan Program Pembangunan PBB (UNDP), Kamis.

Administrator UNDP Achim Steiner mengatakan analisis terhadap 159 negara berkembang menunjukkan bahwa kenaikan harga sejumlah komoditas penting tahun ini telah menjalar ke sebagian wilayah Afrika Sub-Sahara, Balkan, Asia dan lainnya.

UNDP mendesak agar tindakan khusus dilakukan.

Badan PBB itu berusaha mencari bantuan tunai untuk diberikan secara langsung kepada penduduk paling rentan.

UNDP juga ingin agar negara-negara yang lebih kaya dapat memperpanjang dan memperluas Inisiatif Penangguhan Layanan Utang (DSSI) yang mereka buat untuk membantu negara-negara miskin selama pandemi.

"Krisis biaya hidup ini menjerumuskan jutaan orang ke dalam kemiskinan dan bahkan kelaparan, dengan kecepatan yang menakjubkan," kata Steiner.

"Dengan (kondisi) itu, ancaman kerusuhan sosial meningkat dari hari ke hari," katanya.

Institusi semacam PBB, Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional menetapkan sejumlah "garis kemiskinan".

Penduduk digolongkan sebagai orang miskin jika mereka hidup sehari-hari dengan uang kurang dari 1,90 dolar AS (sekitar Rp28.500) di negara berpendapatan rendah, 3,20 dolar di negara berpendapatan sedang paruh bawah, dan 5,50 dolar di negara berpendapatan sedang paruh atas.

"Kami memperkirakan krisis biaya hidup saat ini akan mendorong lebih dari 51 juta orang ke dalam kemiskinan ekstrem dengan 1,90 dolar per hari, dan 20 juta orang lainnya dengan 3,2 dolar per hari," tulis laporan itu.

Laporan itu juga memperkirakan krisis akan membuat sekitar 1,7 miliar penduduk dunia menjadi miskin.

Disebutkan pula bahwa pemberian bantuan tunai di sejumlah negara akan lebih "adil dan rendah biaya" daripada subsidi harga bahan bakar dan pangan yang lebih banyak dinikmati oleh masyarakat menengah ke atas.

"Dalam jangka panjang mereka (subsidi) mendorong ketidakadilan, kian memperparah krisis iklim, dan tidak segera dirasakan dampaknya," kata Kepala Penanganan Kebijakan Strategis UNDP George Gray Molina.

Dua tahun pandemi juga telah menunjukkan bahwa negara-negara yang dilanda krisis finansial memerlukan bantuan komunitas global untuk mendanai skema ini.

Mereka bisa melakukannya jika DSSI yang dirintis oleh G20 diperpanjang hingga dua tahun lagi dan diperluas jangkauannya agar bisa dinikmati setidaknya oleh 85 negara dari 73 negara saat ini, kata Molina.

Sumber: Reuters

Pewarta: Anton Santoso
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2022