• Beranda
  • Berita
  • Pemprov Sumut targetkan angka stunting tinggal 12 persen di 2023

Pemprov Sumut targetkan angka stunting tinggal 12 persen di 2023

7 Juli 2022 18:54 WIB
Pemprov Sumut targetkan angka stunting tinggal 12 persen di 2023
Gubernur Sumut H Edy Rahmayadi bersama Presiden Jokowi di acara Hari Keluarga Nasional di Medan, Kamis. (ANTARA/Diskominfo Sumut)

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara menargetkan prevalensi stunting di daerah itu bisa tinggal 12 persen di 2023.

"Semua upaya sudah dan terus dilakukan agar angka stunting bisa 12 persen dari 24 persen saat ini,"ujar Gubernur Sumut H Edy Rahmayadi di Medan, Kamis.

Edy Rahmayadi mengatakan itu di depan Presiden RI Joko Widodo saat acara Puncak Peringatan ke-29 Hari Keluarga Nasional (Harganas) di Lapangan Merdeka, Medan.

Dengan target 12 persen di 2023, maka Sumut bisa menekan angka prevalensi sebesar 12 persen dalam kurun waktu kurang lebih satu tahun.

"Pemprov Sumut yakin bisa melakukan itu karena dua tahun sebelumnya, angka stunting Sumut jauh lebih tinggi dan bisa ditekan,"katanya.

Baca juga: Penurunan stunting untuk siapkan generasi bangsa berkualitas

Pada 2019 misalnya prevalensi stunting di Sumut mencapai 30,11 persen dan di 2020 tinggal sebesar 27,7 persen

Pada 2021, angka stunting juga sudah turun lagi menjadi sebesar 25,8 persen.

"Saya bersama wali kota, bupati di Sumut sudah sepakat pada 2022 - 2023 angka stunting bisa diturunkan lagi hingga 12 persen,"ujar Edy Rahmayadi

Pemprov Sumut sendiri, ujar gubernur sudah membentuk Tim Percepatan Penanganan Stunting agar penanganan stunting lebih konkret, efektif dan tepat sasaran.

Tim juga bekerja sama dengan BKKBN, terutama tim pendamping keluarga untuk memaksimalkan penanganan stunting.

“Kita harus bersinergi, bersama-sama agar apa yang ditargetkan tercapai, termasuk partisipasi masyarakat,"ujar Edy Rahmayadi.

Baca juga: Jokowi: Revitalisasi rumah upaya ciptakan lingkungan bersih bagi anak

Sebelumnya Presiden RI Joko Widodo mengingatkan agar semua pihak waspada terutama soal ancaman krisis pangan.

Ancaman ini berasal dari perang Ukraina dan Rusia, karena kedua negara itu merupakan produsen besar gandum.

Bukan hanya itu, konflik Ukraina dan Rusia berpengaruh besar terhadap harga minyak dan gas yang akhirnya juga mendongkrak harga bahan pokok.

Joko Widodo mencontohkan harga minyak yang meningkat dua kali lipat dalam dua tahun terakhir.
.
Termasuk harga gas yang kenaikannya sampai lima kali lipat.

Baca juga: Peringati Harganas ke-29, Presiden ajak sinergi penurunan stunting

Pewarta: Evalisa Siregar
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2022