"Kalau misalnya saat ini dinaikkan, maka akan memberikan kontribusi signifikan terhadap inflasi yang kemudian akan menurunkan daya beli," kata Fahmy saat dihubungi di Jakarta, Jumat.
Fahmy mengharapkan adanya upaya yang lebih terukur dalam melakukan pembatasan agar penyaluran BBM bersubsidi bisa lebih tepat sasaran, ketimbang harus melakukan penyesuaian harga.
Baca juga: Pertamina: Pemerintah subsidi Solar Rp13 ribu dan Pertalite Rp9.950
Berdasarkan data, lanjut dia, untuk BBM bersubsidi jenis pertalite dan solar, sekitar 60 persen penggunanya tidak sesuai sehingga salah sasaran.
Oleh karena itu, jika pembatasan subsidi berhasil dilakukan oleh pemerintah, maka akan terjadi penghematan. Dengan demikian, efektivitas penggunaan BBM bersubsidi itu dapat mengurangi beban anggaran subsidi dan kenaikan harga BBM tidak perlu dilakukan.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengingatkan kembali bahwa harga bahan bakar minyak (BBM) jenis pertalite saat ini merupakan hasil subsidi energi yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Baca juga: Pertamina catat 50 ribu kendaraan daftar ke MyPertamina
"Negara kita ini masih tahan untuk tidak menaikkan harga pertalite. Ini kita masih kuat dan kita berdoa supaya APBN tetap masih kuat memberi subsidi. Kalau sudah tidak kuat, mau bagaimana lagi," kata Presiden dalam sambutannya pada acara puncak peringatan Hari Keluarga Nasional Ke-29 di Medan, Sumatera Utara.
Dalam kesempatan tersebut, Presiden menyampaikan kondisi geopolitik di Eropa berdampak pada harga pangan, energi minyak, serta gas di semua negara.
Menurut Jokowi, harga minyak saat sebelum pandemi sebesar 60 dolar AS per barel, sedangkan saat ini naik dua kali lipat hingga mencapai 110-120 dolar AS per barel.
Baca juga: Pertamina sebut kode QR MyPertamina akan atasi kecurangan takaran BBM
Baca juga: Pengamat nilai aplikasi MyPertamina bertujuan positif
Pewarta: Asri Mayang Sari
Editor: Satyagraha
Copyright © ANTARA 2022