• Beranda
  • Berita
  • BSSN sebut tekfin juga tak luput dari ancaman keamanan siber

BSSN sebut tekfin juga tak luput dari ancaman keamanan siber

8 Juli 2022 16:29 WIB
BSSN sebut tekfin juga tak luput dari ancaman keamanan siber
Tangkapan layar para pembicara dalam diskusi virtual "Fintech Talk# Maksimalisasi Implementasi Governance, Risk, Compliance (GRC) dan Cybersecurity di Fintech untuk Mendorong Perlindungan Konsumen dan Inklusi Keuangan", Jumat (8/7/2022). (ANTARA/TL/Arnidhya Nur Zhafira)

Kasus insiden siber juga sebanyak 2.885 laporan di tahun lalu

Sandiman Ahli Muda Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Mohamad Endhy Aziz mengatakan industri teknologi finansial (tekfin/fintech) juga tidak luput dari ancaman keamanan siber (cyber security), seperti platform digital lainnya.

"Bicara soal ancaman cyber security, kita juga harus melihat ekosistem industrinya, karena masing-masing industri punya karakteristik ancaman yang berbeda. Untuk fintech sendiri, ada beberapa klasifikasi juga, mulai dari peer to peer (P2P) lending, payment, dan lainnya yang punya karakteristik berbeda," jelas Endhy dalam diskusi virtual, Jumat.

Lebih lanjut, Endhy menjelaskan bahwa secara umum bila dilihat dari beberapa potensi masalah, setidaknya ada lima potensi permasalahan utama yang memungkinkan ancaman keamanan siber di layanan tekfin.

Mulai dari literasi masyarakat yang masih rendah terhadap layanan tekfin; layanan tekfin ilegal yang belum terdaftar otoritas; etika; penyalahgunaan data pribadi; dan potensi kebocoran data pengguna.

"Dua masalah terakhir erat kaitannya dengan risiko siber. Kami banyak diskusi dengan regulator terkait, khususnya untuk memberikan masukan konstruktif kepada regulator, dan kami aktif dalam kegiatan-kegiatan untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas," ujarnya.

Endhy menambahkan, risiko siber sudah mulai mendekati risiko operasional. Ia menjelaskan, menurut beberapa kajian, risiko siber sudah masuk di 10 besar risiko operasional perusahaan.

"Ini adalah PR kita bersama agar risiko ini menjadi perhatian direksi dan komisaris sehingga kita punya cara dan persiapan mitigasi, serta memiliki langkah-langkah yang sudah diantisipasi," kata dia.

Sementara itu, Endhy menjelaskan bahwa seiring dengan meningkatnya volume dan traffic internet di Indonesia, kasus insiden siber juga ikut meningkat.

"Kami mencatat 1,6 miliar jumlah anomali atau serangan siber yang kita pantau di tahun 2021, atau meningkat 3 kali lipat dari 2020. Kasus insiden siber juga sebanyak 2.885 laporan di tahun lalu," ungkapnya.

"Risiko paling tinggi di sektor keuangan. Fintech merupakan salah satu industri yang menjadi target utama pelaku kriminal," ujarnya menambahkan.

Ia berharap, andil berbagai pihak termasuk pemerintah, penyedia layanan teknologi, dan asosiasi dapat bekerja sama untuk melindungi konsumen sambil meningkatkan inklusi keuangan nasional.

"Bicara inovasi pasti lekat dengan digitalisasi. Inovasi dan terobosan baru tidak bisa dipungkiri, tapi, bagaimana caranya kita menjaga keseimbangan inovasi teknologi tersebut dengan perlindungan konsumen dan security yang harus kita jaga," imbuhnya.

Baca juga: Meta ingin permudah pengguna mengerti akan pentingnya keamanan data

Baca juga: Perusahaan Kanada wajib laporkan insiden keamanan siber

Baca juga: Akamai ungkap tiga ancaman keamanan internet teratas

Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2022