• Beranda
  • Berita
  • Babak baru proyek pembangunan Pelabuhan Tanjung Carat di Sumsel

Babak baru proyek pembangunan Pelabuhan Tanjung Carat di Sumsel

10 Juli 2022 21:58 WIB
Babak baru proyek pembangunan Pelabuhan Tanjung Carat di Sumsel
Kapal bersandar di pelabuhan tradisional kawasan Tanjung Carat, Kabupaten Banyuasin, Sumsel. (ANTARA/Dolly Rosana)
Proyek pembangunan Pelabuhan Tanjung Carat di Sumatra Selatan (Sumsel) memasuki babak baru.

Semula persoalan ketersediaan lahan selalu menjadi isu utama yang mengiringi proyek pelabuhan laut di Sumatra Selatan sejak dimunculkan tahun 90-an.

Sumsel menginginkan pelabuhan laut itu berada di Tanjung Api-Api, namun belakangan lokasi beralih ke Tanjung Carat di Kabupaten Banyuasin, yang tak berapa jauh dari proyeksi awal.

Berdasarkan hasil studi, Tanjung Api-Api dianggap kurang menguntungkan karena ada ceruk yang diperkirakan berpotensi membuat kapal kandas. Berbeda dengan Tanjung Carat yang langsung berhadapan muka dengan laut sehingga hanya perlu membangun dermaga.

Namun, persoalannya tetap pada ketersediaan lahan karena setidaknya ada 60 hektare areal hutan bangkau (mangrove) yang bakal tergusur.

Tarik ulur pun terjadi hingga bertahun-tahun, namun titik terang mengenai persoalan itu akhirnya muncul pada Juli 2022.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah mengeluarkan Surat Keputusan mengenai pelepasan kawasan hutan lindung seluas 60 hektare di kawasan Tanjung Carat itu menjadi hutan dengan hak pengelolaan (HPL).

Dengan begitu, proyek pelabuhan laut itu tak sebatas angan-angan semata tapi sudah mendekati realisasi. Bahkan pemerintah menargetkan tahun ini dilaksanakan "ground breaking" setelah sempat molor dari November 2021, seperti yang diharapkan Presiden Jokowi.

Kepala Bidang Tata Lingkungan, Pengkajian dan Peningkatan Kapasitas Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Provinsi Sumatra Selatan Triana Huswani mengatakan pelepasan hutan lindung itu bukan perkara mudah bagi negara sehingga wajar menjadi persoalan selama bertahun-tahun.

Sebagai "win-win solution", negara mewajibkan Sumsel untuk mengganti kawasan hutan lindung itu di kawasan lain dengan membuat hutan konservasi.

Atas dasar itu, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan membangun taman konservasi (ecopark) lebih dari 60 hektare di Kabupaten Banyuasin.

Bangun Ecopark
Sejatinya, komitmen untuk membuat ecopark di mozaik 3-4 Banyuasin itu sebenarnya sudah ada sejak 2014 karena areal ini merupakan kewenangan (kepemilikan) Pemprov Sumsel.

Ecopark yang dibangun ini akan melebihi areal hutan lindung yang dilepaskan yakni seluas 60 hektare. Nantinya di areal ini juga menjadi percontohan konservasi.

Dalam proses pelepasan hutan lindung untuk kebutuhan pembangunan pelabuhan ini, Pemprov mengajukan tiga alternatif ke KLHK. Dan KLHK akhirnya menyetujui alternatif dengan luasan terkecil yakni hanya 60 hektare.

Selain itu, ditegaskan juga oleh KLHK bahwa dalam pemanfaatan hutan lindung ini pihak berwenang tidak melakukan penimbunan atau reklamasi agar fungsi hutan bangkau tetap terjaga.

“Yang dilakukan mirip dengan pembangunan pelabuhan milik pabrik OKI Pulp & Paper yang tetap mempertahankan mangrove atau tidak mereklamasi,” kata dia.

Memang kehadiran pelabuhan laut sudah lama diidam-idamkan Sumatra Selatan sebagai daerah penghasil komoditas ekspor karet, sawit, dan batu bara. Keinginan ini bahkan sudah didengung-dengungkan sejak tahun 90-an.

Gubernur Sumatra Selatan Herman Deru mengatakan adanya SK dari KLHK mengenai pelepasan hutan lindung itu merupakan satu langkah positif yang patut disyukuri mengingat peliknya upaya untuk mewujudkan pelabuhan ini.

Ia berharap proyek pelabuhan ini tak lagi tertunda karena sudah menjadi kebutuhan mendesak bagi Sumsel.

Infrastruktur ini sangat dibutuhkan karena dianggap menjadi solusi jangka pendek dan jangka panjang bagi daerah berpenduduk sekitar 9 juta jiwa ini.

Sumsel dikenal sebagai provinsi kaya penghasil karet, sawit, batu bara namun tak kunjung mampu membuat petaninya sejahtera. Ini lantaran harga komoditas ekspor yang diterima petani tersedot oleh tingginya biaya transportasi.

Sumsel selama ini hanya bertumpu pada pelabuhan sungai Pelabuhan Boom Baru yang berada di tengah Kota Palembang. Layaknya pelabuhan sungai, maka kapal-kapal yang bersandar hanya berukuran kecil. Belum lagi, persoalan pendangkalan alur sungai.

Tak hanya itu, draf kapal pun dibatasi maksimal 6 meter sehingga hanya 40 persen kapasitas angkut yang terpakai. “Kapal besar pun cuma bisa mengangkut 8 ribu ton atau 40 persen dari kapasitas, sementara ongkosnya disamakan dengan mengangkut 20 ribu ton,” kata Herman Deru.

Akibatnya, biaya angkut komoditas menjadi tinggi sehingga berdampak pada harga karet dan sawit di tingkat petani.

Non-APBN

Sejauh ini Pemprov sudah menunjuk PT Sriwijaya Sumsel Mandiri (SMS) sebagai pengelola Pelabuhan Tanjung Carat sekaligus pencari dana pembangunannya.

Ia memastikan pembangunan pelabuhan tersebut tidak menggunakan dana APBD dan APBN, dengan kata lain mengandalkan sektor swasta.

Pembangunan Pelabuhan disebut akan menggunakan pembiayaan kreatif tanpa melibatkan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Gubernur Sumsel Herman Deru menerima penjelasan mengenai pembangunan sistem interkoneksi ketenagalistrikan Sumsel-Bangka Belitung di kawasan Tanjung Carat, Banyuasin, Sumsel, Selasa (19/4/22). (ANTARA FOTO/Nova Wahyudi)


Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan Pelabuhan Tanjung Carat diharapkan menjadi pelabuhan pertama di Indonesia yang dibangun oleh swasta.

Walau demikian, akan ada keterlibatan BUMN yakni Pelindo karena dari tiga dermaga yang akan dibangun diputuskan dua unit untuk swasta dan satu unit untuk dikelola Pelindo.

Budi mengatakan pembangunan Pelabuhan Tanjung Carat bakal menjadi percontohan di Tanah Air yakni pembangunan yang melibatkan swasta.

Bahkan, ia juga bisa dilakukan untuk pembangunan bandara udara sehingga negara memiliki ruang fiskal dalam pembangunan sarana transportasi berkat pelibatan swasta.

Oleh sebab itu, pemerintah mendorong penerapan skema pendanaan kreatif baik melalui kerja sama dengan BUMN maupun swasta di tengah keterbatasan dana pemerintah yang bersumber dari APBN.

Adapun sejumlah strategi yang akan dilakukan yaitu mengoptimalkan penerapan pendanaan kreatif non-APBN melalui Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), serta mengoptimalkan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) melalui Badan Layanan Umum (BLU).

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mencatat jumlah pelabuhan di Indonesia sebanyak 2.439 pelabuhan pada 2020. Angka tersebut meningkat 38,6 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang berjumlah 1.760 pelabuhan.

“Saat ini Kemenhub tengah menginventarisasi titik pelabuhan yang berpotensi dibangun di seluruh Indonesia,” kata dia.

Sejauh ini Investor asal China Shanxi International Economic & Technical Cooperative Co Ltd tertarik untuk menanamkan modal pada pembangunan Pelabuhan Tanjung Carat.

General Manager of Shanxi InternationalEconomic & Technical Co Ltd Indonesia Jason Hang setelah mengunjungi kawasan Tanjung Carat beberapa waktu lalu. Hang mengatakan pelabuhan ini memiliki lokasi yang sangat strategis sehingga perusahaan menilai layak masuk dalam rencana ekspansi bisnis. Apalagi, sumber daya alam di Sumsel sangat berlimpah di antaranya getah karet, kelapa sawit, batu bara, minyak bumi, dan gas.

Mendesak

Yudi, Kepala Dusun Desa Sidomulyo, Kecamatan Gunung Megang, Kabupaten Muara Enim, Sumatra Selatan, mengatakan dirinya yang menjadi generasi ketiga petani sawit di keluarganya hingga kini tak kunjung sejahtera.

Harga sawit ditentukan pabrik-pabrik pengolahan yang sangat tergantung dengan harga jual di pasar internasional. Terkadang harga melambung, tapi terkadang harga tiarap sampai tak bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Ia mengisahkan harga sawit sempat melambung pada pertengahan tahun lalu karena meningkatnya permintaan pasar global, tapi sejak awal tahun 2022 secara bertahap bergerak turun.

“Setelah sempat Rp2.900 per kilogram pada pertengahan 2021, kini hanya berkisar Rp1.700 per kilogram,” kata Yudi.

Senada, Risela Rahmadian (27), anggota Kelompok Pemuda Selangit asal Desa Selangit, Kabupaten Musi Rawas, Sumatra Selatan, yang saat ini menjadi pelaku UMKM Kopi Musi Rawas juga mengeluhkan kondisi warga kampungnya yang masih belum sejahtera.

Walau sebagai daerah penghasil kopi tapi penduduk Musi Rawas masih masuk kategori miskin, bahkan daerah ini menjadi salah satu daerah termiskin di Sumsel dari total 3 ribu jiwa.

Ini lantaran kopi produksi masyarakat setempat dibawa ke Provinsi Lampung yang memiliki pelabuhan laut sendiri, sehingga nama Kopi Musi Rawas tenggelam menjadi Kopi Lampung.

“Daerah kami berbatasan dengan Lampung, jadi banyak pengepul yang bawa ke sana karena di sana ada pelabuhan langsung bisa ekspor,” kata Risela, lulusan strata satu manajemen SDM ini.

Belum adanya pelabuhan laut membuat para investor kerap mengurungkan niat untuk membangun pabrik pengolahan di Sumsel, sehingga lebih memilih daerah-daerah lain di Tanah Air yang menawarkan infrastruktur lebih memadai.

Padahal adanya serapan dalam negeri tersebut dapat menjadi solusi atas anjloknya harga karet di tingkat petani. Jika sudah ada pabrik ban sendiri maka petani tidak lagi tergantung dengan pasar ekspor.

Tak mempunyai pelabuhan laut itu juga membuat Sumsel kehilangan potensi lain karena komoditas seperti kopi terpaksa diekspor melalui pelabuhan daerah lain, seperti Pelabuhan Panjang, Lampung.

Belum lagi, dari sektor batu bara karena kendala infrastruktur ini membuat Sumsel hanya mampu mengekspor sekitar 50 juta ton per tahun dari cadangan sebanyak 22,5 miliar ton.

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Erwin Soeriadimadja mengatakan hilirisasi merupakan salah satu cara bagi Sumsel untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi.

Sejauh ini perekonomian Sumsel bisa dikatakan cukup baik, karena mampu tumbuh terbaik dibandingkan provinsi-provinsi di Sumatra. Pada 2022, BI memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Sumsel dikisaran 3,56 persen hingga 5,16 persen (year on year), yang mana masih akan bertumpu pada ekspor komoditas dan konsumsi rumah tangga.

Jika Sumsel ingin melejit maka diperlukan upaya lain, salah satunya menggerakkan hilirisasi sehingga tak lagi tertahan di kisaran 5,0 persen, kata dia.

“Hilirisasi ini membutuhkan investor, dan apa yang dilihat investor yakni seberapa siap suatu daerah untuk mendukung bisnis mereka,” kata Erwin.

Proyek pelabuhan laut dalam itu sudah mendapatkan persetujuan masuk dalam Proyek Strategis Nasional. Semula Presiden Jokowi menargetkan Pelabuhan Tanjung Carat ini groundbreaking pada akhir 2021, namun karena persoalan penyediaan lahan membuat target ini tak tercapai. Kini masyarakat Sumsel menanti kelanjutannya.


 

Pewarta: Dolly Rosana
Editor: Hanni Sofia
Copyright © ANTARA 2022