"Ini karena skala aset kripto, kerentanan struktural, dan meningkatnya keterkaitan dengan sistem keuangan tradisional," kata Perry dalam Pembukaan Hari Kedua Pertemuan Ketiga Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral (3rd FMCBG) G20 2022 di Nusa Dua, Badung, Bali, Sabtu.
Menurut dia, FSB terus mempromosikan implementasi efektif dari berbagai rekomendasi tingkat tinggi untuk regulasi, pengawasan, dan kelalaian pengaturan stablecoin global.
Selain itu, FSB telah mengidentifikasi implikasi peraturan dan kebijakan utama dari pengembangan pasar aset kripto, termasuk pasar stablecoin.
Selanjutnya, perkembangan terkini di pasar aset kripto juga mendesak FSB untuk terus membangun kesadaran publik akan risiko yang terkait dengan aset kripto.
Dengan latar belakang tersebut, Perry menilai pandangan seluruh Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 akan menjadi penting sebagai bagian dari menjaga stabilitas keuangan global.
"Terutama tentang masalah-masalah mendesak dari perkembangan pasar aset kripto baru-baru ini, serta strategi untuk mempromosikan pendekatan regulasi dan pengawasan yang konsisten terhadap aktivitas aset kripto," tuturnya.
Sebelumnya, BI mengungkapkan aset kripto menjadi salah satu faktor pendorong bank sentral di seluruh negara mulai meluncurkan mata uang digital bank sentra atau yang biasa disebut Central Bank Digital Currency (CBDC).
Di Indonesia, rencananya CBDC akan dinamakan dengan Rupiah Digital yang kini masih terus dikaji.
Baca juga: BI: Uang digital bank sentral akan mainkan peran penting di masa depan
Baca juga: BI: Kerangka regulasi dibutuhkan atasi risiko aset kripto
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2022