China sebagai salah satu raksasa bola basket Asia berperingkat 29 dunia tentunya diunggulkan di atas kertas dibandingkan Indonesia yang notabene peringkat 95 dalam rangking federasi internasional bola basket (FIBA).
Namun, jika mengutip pernyataan peraih medali emas Olimpiade Barcelona tahun 1992, Susi Susanti maka tidak ada istilah “menang di atas kertas”.
Srikandi bulu tangkis Indonesia itu berhasil mempersembahkan medali emas pertama Olimpiade bagi Indonesia setelah mengalahkan wakil Korea Selatan, Bang Soo-hyun pada final dengan skor 5-11, 11-5 dan 11-3.
“Ketika di lapangan, kita sama. Tidak ada istilah juara dunia. Siapa yang paling siap, maka dia yang menang,” kata Susi dalam beberapa kesempatan saat dirinya masih menjadi atlet.
Tak hanya itu, kisah dramatis dalam olahraga dunia juga banyak tercipta. Salah satu yang paling dikenang yakni laga final Liga Champhions antara Liverpool melawan AC Milan pada tahun 2005.
Momen kemenangan Liverpool pada babak final Liga Champions 2005 menjadi salah satu momen terbaik dalam sejarah sepak bola.
Momen ini dikenal dengan sebutan ‘The Miracle of Istanbul’ yang di mana dalam sepak bola apapun bisa terjadi.
Saat itu Liverpool harus bertemu dengan raksasa dari Italia, AC Milan pada babak final Liga Champions yang diadakan di Istanbul.
Skuat Rossoneri bisa dibilang sebagai skuat terbaik di daratan Eropa kala itu. Bahkan, baru saja menjuarai Liga Champions dua tahun sebelumnya, yakni pada tahun 2003.
Pada babak pertama, AC Milan langsung unggul dengan dua gol yang dicetak oleh Herman Crespo dan satu gol lagi dicetak oleh Paolo Maldini. Keunggulan 3-0 atas Liverpool bertahan hingga turun minum.
Kendati demikian, keajaiban itu muncul dengan Liverpool berhasil menyamakan kedudukan AC Milan dengan membalas tiga gol dalam enam menit di babak kedua.
Alhasil pertandingan tersebut dilanjutkan ke babak adu penalti, dan hasilnya The Reds membuat kejutan dengan memenangkan pertandingan final tersebut.
Jika ingin membandingkan, apa yang dialami Liverpool sebenarnya tak berbeda jauh dengan timnas basket Indonesia pada saat SEA Games 2021 Vietnam di Hanoi pada Mei lalu.
Pada Minggu, 22 Mei 2023, Tim basket putra Indonesia berhasil mencetak sejarah dengan mengalahkan Filipina di Thanh Try Gymnasium, dengan skor 85-81.
Filipina yang menjadi juara bola basket pertama kali sejak 1989 dan hingga penyelenggara 2019 hanya sempat melepas gelar kepada Malaysia pada 1979 dan 1989 ini, akhirnya harus mengakui keunggulan Indonesia sebagai juara baru bola basket di kawasan Asia Tenggara.
Baca juga: Raih emas, basket putra Indonesia cetak sejarah di SEA Games
Publik merekam bagaimana sukacita terjadi di lapangan Thanh Try Gymnasium sesaat pluit akhir pertandingan berbunyi.
Semua pemain nyaris menangis, dan berlanjut hingga ke kamar ganti. Sungguh momen yang tak terlupakan.
“Sejak lahir, saya tahunya juara bola basket itu Filipina. Benar-benar tak menyangka kami membuat sejarah bagi Indonesia,” kata Juan Laurent, salah satu pemain Timnas yang diwawancarai ANTARA setelah laga itu.
Timnas Indonesia di SEA Games benar-benar tampil beda. Hadirnya Terrell Bolden Marques, pemain bola basket profesional Indonesia kelahiran Amerika untuk Salt Lake City Stars dari NBA G League membuat timnas nyaris tak dapat dihentikan hingga ke final.
Selain itu, adanya sejumlah pemain peranakan, seperti Derrcik Michael dan Brandon Jawato juga membuat Indonesia semakin unggul, baik dari sektor offensif maupun defensif.
Baca juga: Perbasi akui Bolden buat Timnas Indonesia mampu bersaing di FIBA Asia
Satu hal lagi yang menjadi keuntungan Indonesia ketika itu, Filipina sebagai tim yang diunggulkan bisa dikatkaan buta kekuatan Indonesia.
Adanya COVID-19 yang membuat tidak adanya turnamen dalam tiga tahun terakhir membuat kekuatan maupun perubahan-perubahan ‘besar’ di Timnas Indonesia nyaris tak terbaca.
Walhasil Indonesia tak terbendung saat tampil di final SEA Games dengan berhasil menggasak Filipina sebagai peringkat 34 dunia.
Lantas bagaimana di FIBA Asia Cup 2022 di Jakarta, 12-24 Juli.
Pengurus Pusat Persatuan Bola Basket Seluruh Indonesia sedari awal menargetkan Timnas bola basket putra dapat menembus babak delapan besar demi mengamankan tiket ke FIBA World Cup 2023, yang mana Indonesia menjadi tuan rumah.
Lantaran itu, Perbasi menargetkan SEA Games sebagai ajang uji coba untuk meraih hasil maksimal di FIBA Asia Cup 2022.
“Dan kami membuktikan, bisa dapat emas di SEA Games. Kini langkah berikutnya di FIBA Asia Cup, target delapan besar,” kata Sekretaris Jenderal PP Perbasi Nirmala Dewi.
Baca juga: Perbasi fokus FIBA Asia Cup usai SEA Games
Selanjutnya : penyisihan grup
Penyisihan grup
Jika menelisik penampilan Bolden dkk pada FIBA Asia Cup, terutama pada tiga pertandingan babak penyisihan Grup A maka sejatinya peluang sungguh terbuka.
Pada laga perdana, Timnas meraih kemenangan atas Arab Saudi dengan skor telak 80-54 pada Selasa (12/7). Namun pada laga kedua, Prastawa dkk mendapatkan hasil minor yakni kalah 65-74 atas Yordania.
Kemudian, pada pertandingan ketiga atau pertandingan terakhir, Indonesia juga gagal memetik kemenangan setelah dikalahkan Australia dengan skor 53-78.
Hasil ini membuat skuad Merah Putih berada di posisi ketiga klasemen Grup A dengan empat poin.
Dengan demikian, Indonesia harus berjuang melalui babak playoff menghadapi runner-up Grup B yakni China untuk bisa lolos ke perempat final.
Sedangkan Australia sudah dipastikan lolos ke babak delapan besar usai tak terkalahkan sepanjang babak penyisihan Grup A. Yordania berada di urutan kedua dengan mengantongi lima poin.
Pelatih tim nasional bola basket Indonesia Milos Pejic mengatakan kekalahan atas Australia tidak bisa dilihat sebagai sebenar-benarnya kekalahan.
Baca juga: Indonesia takluk dari Australia pada laga terakhir Grup A
Justru pertandingan antara Indonesia melawan Australia itu menjadi sejarah bagi bola basket Indonesia, yang mana bisa berhadapan dengan peringkat tiga dunia.
Lebih membanggakan pada pertandingan dengan starter Abraham Damar Grahita, Marques Terrell Bolden, Andakara Prastawa Dhyaksa, Brandon van Dorn Jawato, dan Derrick Michael Xzavierro itu dapat unggul pada kuarter pertama.
Indonesia pun hanya berselisih 25 angka dari peringkat tiga dunia itu, di bawah Amerika Serikat dan Spayol.
Padahal, Australia pada laga melawan Indonesia menurunkan pemain terbaiknya untuk berlaga pada FIBA Asia Cup yang diikuti 16 negara ini.
Lantas bagaimana dengan China yang menyudahi penampilan di fase penyisihan Grup B Piala FIBA Asia 2022 dengan kemenangan meyakinkan 95-80 melawan Taiwan di Istora Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Sabtu (16/7).
Dengan kemenangan tersebut China mengunci posisi runner-up Grup B dan akan meladeni tuan rumah Indonesia, yang finis di urutan ketiga Grup A, dalam fase playoff perebutan tiket perempat final.
Hasil akhir Grup B menempatkan Korea Selatan sebagai juara, disusul China dan China Taipeh, serta Bahrain sebagai juru kunci.
Baca juga: Korea Selatan sapu bersih pertandingan penyisihan Grup B
Pemain timnas bola basket Indonesia Andakara Prastawa Dhyaksa mengatakan dirinya selalu memiliki harapan untuk bermain di Piala Dunia FIBA tahun 2023 di Jakarta.
“Saya tidak mau berpikir seperti itu (tidak bermain di Piala Dunia). Pokoknya saya berpikir kita (timnas) bakal bermain di World Cup,” kata Prastawa yang diwawancarai di area mixzone Piala Asia FIBA di Istora GBK, Jakarta, Sabtu.
Kini Indonesia akan melakoni laga hidup mati melawan China yang merupakan peringkat 29 dunia. Jika merujuk pada poin yang diraih dari peringkat tiga dunia yakni Australia, yang hanya berselisih 25 angka, maka secara hitung-hitungan di atas kertas, Indonesia bisa menaklukkan Negeri Tirai Bambu itu.
Kita lihat, apakah Istora Senayan akan menjadi saksi sejarah hari ini.
Baca juga: Indonesia hadapi China dalam laga hidup mati FIBA Asia Cup 2022
Pewarta: Dolly Rosana
Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2022