“Pandemi masih ada, itu berarti kemungkinan bisa terjadi ada penambahan kasus baru atau juga terjadi dorongan yang disebut dengan fluktuasi,”
Kementerian Kesehatan menekankan kepada seluruh lapisan masyarakat untuk tidak meremehkan penularan COVID-19 meski saat ini angka kematian di Indonesia jauh lebih rendah karena pandemi masih bisa dikendalikan.
“Pandemi masih ada, itu berarti kemungkinan bisa terjadi ada penambahan kasus baru atau juga terjadi dorongan yang disebut dengan fluktuasi,” kata Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril dalam Siaran Sehat Bersama Dokter Reisa yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin.
Syahril menekankan pandemi COVID-19 di Indonesia saat ini masih terkendali. Buktinya berdasarkan data Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 per tanggal 16 Juli 2022, kasus kematian naik enam kasus dari hari sebelumnya.
Walaupun demikian, angka kematian yang rendah harus tetap disikapi dengan kewaspadaan dan tidak diremehkan karena penularan COVID-19 masih terjadi dalam skala dunia. Setiap pihak harus disiplin menerapkan protokol kesehatan dan mengikuti vaksinasi.
Hal lain yang perlu diwaspadai juga yakni keterisian tempat tidur di rumah sakit (BOR) beserta tren kenaikan kasus terkonfirmasi positif yang menunjukan adanya kondisi naik-turun setiap harinya.
Syahril memprediksi dikarenakan adanya subvarian BA.4 dan BA.5, puncak gelombang selanjutnya akan terjadi di sekitar minggu ketiga atau keempat bulan Juli 2022. Berdasarkan pengalaman dan perhitungan epidemiolog, dirinya menyebut perkiraan kasus bisa menyentuh 20.000 kasus per hari.
“Itu sepertiga dari jumlah Omicron yang lalu ya, kalau Omicron yang lalu jumlah yang ke 60.000, sekarang mungkin kita perkirakan sekitar 20.000 tapi itu kan prediksi. Kalau kita sudah tahu prediksi, kita harus mencoba menekan atau mengendalikannya,” kata dia.
Dalam acara itu, Syahril turut meminta agar seluruh lapisan masyarakat berkaca pada pengalaman lalu dan menjadikan negara tetangga seperti Singapura sebagai bukti nyara bahwa di negara dengan penduduk yang sedikit pun, BOR rumah sakit terus mengalami kenaikan sehingga perlu antisipasi bersama menjaga kondisi tetap aman bagi semua.
“Jangan heran kalau saat ini, suatu saat akan naik. Terakhir kemarin ada 4.300 kasus, kemudian turun lagi 3.500 dan nanti bisa jadi akan naik. Kita tidak usah panik, tidak usah menjadikan suatu masalah, tapi kita tetap waspada,” ujar dia.
Juru Bicara Pemerintah untuk COVID-19 Reisa Broto Asmoro ikut menekankan bahwa setiap perubahan dalam kebijakan yang terkait dengan protokol kesehatan selalu disesuaikan dengan perkembangan situasi yang ada.
Pemerintah akan terus sigap melakukan pemantauan beserta evaluasi kasus yang kini mengalami cederung naik-turun akibat subvarian baru yang bermunculan.
“Kita harus menjaga supaya tidak terjadi ledakan kasus gelombang yang lebih tinggi lagi,” kata dia.
Oleh karena itulah, adanya kebijakan wajib booster sebagai prasyarat berkegiatan diharapkan bisa dipatuhi oleh masyarakat agar proteksi yang diberikan vaksin dapat lebih optimal sembari menjalankan protokol kesehatan lainnya.
“Sudah diinstruksikan kepada seluruh kepala daerah untuk mempercepat realisasi vaksinasi booster di wilayahnya masing-masing. Jadi buat yang baru dua kali, segera melengkapi untuk memperkuat anti bodi kita lagi,” ucap Reisa.
Baca juga: Kemenkes: Kenaikan kasus dua kali lipat sesuai prediksi puncak
Baca juga: Integrasi layanan kesehatan digital paling lambat Desember 2023
Baca juga: Kemendikbudristek dorong warga sekolah jalani vaksinasi penguat
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2022