"Yang pertama adalah dalam penanganan ini KPK tidak berwenang karena pasal 50 UU KPK itu memberikan aturan norma dalam hal penanganan perkaranya," ujar Denny.
Menurut Denny, perkara Mardani merupakan kasus perdata sehingga tidak perlu dikriminalkan seperti pemblokiran terhadap beberapa rekening bank atas nama pribadi dan perusahaan. Ia beralasan, hal tersebut dapat menghambat bisnis dan investasi.
Lebih lanjut, Denny menilai bahwa pasal-pasal yang digunakan KPK selalu berubah.
Baca juga: KPK panggil kembali istri Mardani Maming
"Ini kan persoalan kehati-hatian yang sangat prinsipil, bagaimana kita bisa menjawab kalau pasalnya saja berubah-ubah," kata Denny.
Denny juga mengklaim bahwa KPK tidak menggunakan proses hukum yang adil terhadap Mardani.
Menurut Denny, barang bukti yang dihadirkan oleh KPK dianggap tidak sah. Sebab alat bukti yang sama saat ini berada di Kejaksaan Agung dan perkara yang sama sedang berproses di pengadilan Tipikor Banjarmasin.
Oleh karenanya, pada sidang pembuktian mendatang, pihaknya akan menghadirkan ahli dan beberapa dokumen yang diperlukan.
Baca juga: KPK panggil Mardani Maming sebagai tersangka
Sidang praperadilan akan kembali dilaksanakan pada Rabu, 20 Juli 2022 untuk mendengar jawaban dari pihak KPK.
Bendahara Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu, mengajukan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) atas penetapan-nya sebagai tersangka oleh KPK.
KPK telah menetapkan Mardani sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait dengan pemberian izin usaha pertambangan di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Mardani merupakan Bupati Tanah Bumbu periode 2010-2018.
Baca juga: KPK jelaskan alasan permintaan tunda sidang praperadilan Mardani
Pewarta: Maria Cicilia
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2022