"Kalau daerah hulunya tidak di perbaiki, atau daerah tampungan dalam kawasan tidak di perbaiki sama saja," ujar Tauhid saat dihubungi oleh Antara di Jakarta, Selasa.
Selain menjaga ketersediaan air bersih, menurut dia, perbaikan hulu sungai juga mencegah terjadinya banjir di wilayah IKN. Ia mengatakan hulu sungai yang baik ditambah presentase Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang lebih banyak dibanding perkantoran dan perumahan dapat meminimalisir terjadinya bencana.
"Otomatis kalau rawan bencana harus ada skenario lingkungan disana. Mengurangi mitigasi bencana terutama masalah banjir tentu saja bentuknya harus forest city begitu," ujar Tauhid.
Dalam kesempatan terpisah, Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah mengatakan konsep forest city baru berhasil apabila ketersediaan air bersih tidak hanya mengandalkan dari bendungan saja.
Baca juga: Kementerian PUPR gandeng konsultan JICA awasi pembangunan di IKN
"Yang dibangun itu untuk kebutuhan air jangka pendek. Tapi untuk jangka menengah jangka panjang berat itu," ujar Trubus.
Selain pembangunan waduk dan dam penampungan air, Trubus menyarankan adanya penyulingan air laut menggunakan teknologi terkini untuk menyokong ketersediaan air.
"Dibangun pipa yang dengan teknologi air laut yang asin diubah menjadi air tawar," ujar Trubus.
Saat ini, berdasarkan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Masterplan IKN oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), daya dukung air untuk wilayah IKN yang seluas 256 ribu hektare sudah terlampaui, tetapi akses penduduk untuk mendapatkan air bersih masih rendah.
Kajian tersebut menyebutkan ketersediaan air di kawasan IKN termasuk rendah karena merupakan daerah non Cekungan Air Tanah (CAT) yang tidak bisa mengandalkan air tanah (ground water).
Baca juga: Kementerian PUPR: Konsep "forest city" IKN harus terwujud
Baca juga: PUPR: Perkotaan di IKN terapkan konsep hunian "Smart Forest City"
Pewarta: Muhammad Heriyanto
Editor: Satyagraha
Copyright © ANTARA 2022