Kepala Seksi Konservasi Wilayah I BKSDA Aceh Kamarudzaman di Banda Aceh, Selasa, mengatakan konflik tersebut terjadi karena habitat satwa dilindungi tersebut terganggu dan rusak.
"Konflik atau gangguan gajah terhadap manusia terjadi hampir setiap hari di Aceh. Ini terjadi karena kawasan hutan yang menjadi habitat liar dilindungi tersebut sudah rusak atau terganggu dan berubah fungsi," kata Kamarudzaman.
Baca juga: Balai TN Tesso Nilo-BBKSDA Riau berupaya setop konflik gajah-manusia
Kamarudzaman mengatakan populasi gajah di Provinsi Aceh diperkirakan 500 hingga 600 ekor. Wilayah yang sering terjadi konflik gajah dengan manusia di antaranya di Kabupaten Pidie, Kabupaten Bener Meriah, dan Kabupaten Aceh Timur.
Di Kabupaten Pidie, kata Kamarudzaman, konflik gajah dengan manusia terjadi di 65 desa yang tersebar di 11 kecamatan. Konflik tersebut hingga kini terus berlangsung.
Baca juga: BKSDA Sumsel umumkan kelahiran satu gajah betina di SM Padang Sugihan
"Kami terus berupaya mengatasi konflik gajah di Kabupaten Pidie. Namun karena habitatnya sudah rusak, maka semakin sulit menanganinya. Kendati begitu, kami terus berupaya, paling tidak mencegah kematian satwa dilindungi tersebut," kata Kamarudzaman menyebutkan.
Kamarudzaman mengatakan gajah merupakan satwa kunci di Aceh. Gajah di Aceh termasuk satwa liar dilindungi yang terancam punah. Selain karena konflik, gajah juga menjadi sasaran perburuan.
Baca juga: Konservasionis satwa prihatin masih adanya perburuan tulang gajah
Di banyak wilayah di Aceh, kata Kamarudzaman, kawasan hutan yang sebelumnya menjadi habitat gajah, kini berubah menjadi perkebunan sawit. Tidak sedikit gajah yang terjebak di perkebunan tersebut.
"Seperti di Kabupaten Aceh Utara, kami tidak tahu lagi ke mana menggiring kawanan gajah karena kawasan hutan sudah berubah menjadi perkebunan sawit. Dan ini berdampak timbulnya konflik gajah dengan manusia," kata Kamarudzaman.
Pewarta: M.Haris Setiady Agus
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2022
