• Beranda
  • Berita
  • BNPT: Cegah radikalisme harus dari hulu hingga hilir

BNPT: Cegah radikalisme harus dari hulu hingga hilir

20 Juli 2022 21:55 WIB
BNPT: Cegah radikalisme harus dari hulu hingga hilir
Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol R Ahmad Nurwakhid (kiri) saat diskusi publik dengan tema Ancaman Terorisme dan Perusakan Lingkungan di Kedutaan Besar Prancis di Jakarta, Rabu (20/07/2022). (ANTARA/Fitra Ashari) (Fitra Ashari)
Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol R Ahmad Nurwakhid mengatakan untuk menghadang paham radikalisme dan ekstremisme, perlu pencegahan dari hulu hingga hilir.

"Hilirnya tidak ada masalah karena kita bisa melakukan preventive justice yang dilakukan Densus 88 Anti Teror di bawah koordinasi BNPT. Tetapi hulunya, paham yang menjiwainya, paham radikalismenya, Undang-Undang belum bisa digunakan untuk melakukan tindakan secara yuridis," ucapnya saat menghadiri diskusi publik dengan tema Ancaman Terorisme dan Perusakan Lingkungan di Kedutaan Besar Prancis di Jakarta, Rabu.
 
Untuk mencegah merebaknya paham radikalisme, BNPT melakukan soft approach atau pendekatan halus dengan startegi kesiapsiagaan nasional. Startegi ini bukan hanya menyiapkan personel, anggaran atau manajemen, tetapi juga secara ideologi.

Baca juga: BNPT: Perlu pendekatan regulasi hukum untuk cegah kelompok radikal
 
"Karena yang melatarbelakangi sebagai akar radikal terorisme adalah aspek ideologi. Akarnya adalah ideologi, faktor yang memicu adalah politisasi agama, kemiskinan, kebencian, kebodohan dan lain sebagainya," jelasnya.
 
Selanjutnya strategi kesiapsiagaan nasional juga dikembangkan bagi sekitar 87,8 persen masyarakat yang masih moderat untuk mencegah mereka terpapar radikalisme.
 
Ia pun menjelaskan ciri-ciri masyarakat yang sudah terpapar radikalisme adalah sudah anti Pancasila dan intoleransi terhadap perbedaan dan keragaman.
 
Ciri selanjutnya adalah mereka akan memerangi kelompok agama tertentu yang berbeda paham dan menjadi anti pemerintahan yang sah dengan sebaran hoaks dan fitnah. Ia menyebutnya dengan indeks potensi radikalisme.

Baca juga: Penasihat PBNU: Terorisme dan radikalisme jadi tantangan di era 4.0
 
"Ciri indikasi ini di Indonesia sudah mengalami penurunan dari 2019 diangka 38,4 persen, dan di 2020 sampai 2021 turun diangka 12,2 persen. Artinya masih 33 juta penduduk yang sudah terpapar," ucapnya.
 
Ia berharap negara mengeluarkan regulasi yang melarang semua ideologi yang bertentangan dengan ideologi negara Pancasila. Dan ia juga mengharapkan dukungan dari masyarakat untuk ikut memerangi paham radikalisme ini.
 
"Bahwa radikalisme dan terorisme ini kejahatan kemanusiaan, sehingga jadi musuh kita bersama dan bisa optimal penanggulangannya kalau kita lakukan secara bersama-sama," tutupnya.
 

Pewarta: Fitra Ashari
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2022