• Beranda
  • Berita
  • G20 Orchestra, yang terbaik dari dunia berkumpul di Indonesia

G20 Orchestra, yang terbaik dari dunia berkumpul di Indonesia

22 Juli 2022 20:02 WIB
G20 Orchestra, yang terbaik dari dunia berkumpul di Indonesia
Ananda Sukarlan sebagai pendiri & direktur artistik G20 Orchestra (ANTARA/HO)

Sekarang, ini hanya masalah teknis, dan G20 Orchestra telah mulai memecahkan masalah tersebut dan mengeksekusinya

Coba Anda mengetik "best viola player" di mesin pencari Google, maka nama Yuri Bashmet selalu keluar di halaman pertama. Sebagai yang terbaik di dunia, pemain viola dari Rusia itu tentu sangat sibuk dan tidak bisa sembarangan menerima calon murid.

Mungkin dari beberapa ratus yang mendaftar, ia hanya memilih satu dengan sensitivitasnya mendeteksi berlian mentah yang dapat dijadikan "superstar".

Menjadi muridnya bukan hanya suatu keistimewaan, tapi juga suatu beban tanggung jawab yang besar. Salah satunya adalah Antonina Popras.

Nah, Antonina yang cerdas, cantik, dan super berbakat akan ke Indonesia untuk menjadi bagian dari G20 Orchestra, sebuah orkes yang dibentuk dan dicetuskan oleh Indonesia sebagai pemegang Presidensi G20.

Mungkin itu adalah jawaban Rusia ketika saya mengirimkan surat kepada mereka agar mengirimkan pemain orkes terbaiknya untuk menjadi bagian dari G20 Orchestra. Selain itu, mereka juga mengirimkan Nikita Loginov, pemain trompet andal dari National Youth Symphony Orchestra yang anggotanya dipilih melalui audisi yang sangat ketat.

Begitu juga Argentina, yang berhasil meyakinkan pemain flute Santiago Clemenz untuk datang. Walaupun sudah menjadi pemain principal di Orquesta Sinfonica de Salta, Clemenz tetap berkeliling menjadi solois di berbagai orkes lainnya.

Baca juga: Ananda Sukarlan barengi Boston Symphony di Jakarta

Di Indonesia, ia akan menjadi solois di karya "The Voyage to Marege", pada bagian yang sangat virtuosic karena menggambarkan konflik antara suku Aborigin Australia dengan para imigran Eropa.

Pernah lihat video official-nya Michael Jackson "They don't care about Us" yang berlokasi di Brazil itu? Ada ratusan pemain drum, tapi apa yang aneh dari situ? Tidak ada satu pun drummer perempuan.

Ada perempuan tapi mereka menari-nari, dan mengelu-elukan Michael saja. Ini disebabkan "stereotype" dari drummer itu adalah tentang kejantanan, kekuasaan, bahkan lambang brutalitas melalui ritme yang menghipnotis pendengarnya.

Nah, anggapan itu akan diruntuhkan oleh G20 Orchestra, yang mendapatkan dua pemain perkusi andal dan mereka adalah perempuan. Mereka adalah lulusan Universitas Campinas yang departemen perkusinya terkenal mencetak pemain perkusi terbaik di Amerika Selatan, terutama dari kelas profesor Fernando Hashimoto, spesialis musik perkusi Brazil.

Terbaik dari Indonesia

Daftar pemain musik itu masih panjang, tapi jangan kira Indonesia tidak memiliki musikus sebaik mereka.

Indonesia punya yang terbaik, tapi terus terang sampai dua minggu lalu saya belum mengenal, bahkan mendengar 90 persen nama yang mengunggah permainan mereka untuk audisi di YouTube dengan kata kunci "G20 Orchestra".

Anda bisa dengarkan sendiri dan mencarinya dengan kata tersebut di YouTube, dan setelah membaca daftar nama musisi yang lolos di bawah artikel ini, Anda pasti setuju bahwa kualitas artistik mereka sangat mapan dan mumpuni.

Saya sendiri sangat terkesima dengan kualitas beberapa musisi Indonesia yang mengikuti audisi, bahkan yang datang dari kota/provinsi yang tidak pernah saya bayangkan ada musik klasik di sana.

Pasalnya, saya belum pernah menemukan audisi terbuka dan transparan dalam merekrut anggota orkestra di Indonesia, di mana semua orang dapat mendengarkan permainan para kandidat di YouTube.

Baca juga: TRUST Orchestra luncurkan album simfoni orkestra dalam format digital
Anggota biasanya dipilih melalui pertemanan atau rekomendasi. Kalaupun ada "audisi" hanyalah bersifat tertutup dan mereka audisi karena diberitahu rekannya. Itu sebabnya kita selalu melihat orang-orang yang sama di berbagai orkestra.

G20 Orchestra yang rencananya dihelat 12 September 2022 di kawasan Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, sebagai langkah pemerintah Indonesia melalui inisiasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi untuk mendorong musik klasik di negeri ini.

G20 Orchestra adalah warisan Indonesia untuk G20 ke depannya, dan bisa menjadi disrupsi di dunia musik klasik, dengan keanggotaan dari 18 negara (Saudi Arabia dan Turki untuk kali ini belum mengirimkan musisi) dan keseimbangan gender. Program itu juga tidak terpaku pada karya "yang itu-itu saja" di dunia musik klasik, tapi ada kesegaran dalam konten program.

Targetnya adalah untuk mendapatkan separuh-separuh jumlah lelaki dan perempuan hanya meleset sedikit menjadi 34 lelaki dan 26 perempuan.

Untuk itulah, G20 Orchestra 2022 ini membuka audisi terbuka bagi musisi Indonesia sebagai bentuk transparansi dan misi untuk dapat menemukan talenta-talenta muda di seluruh pelosok Indonesia, serta memberikan kesempatan terbuka dan sama kepada semua talenta terbaik Indonesia.

Hasilnya sangat membanggakan, bahkan sangat sulit untuk hanya memilih sebagian dikarenakan kemampuan musik mereka yang luar biasa.

Musisi Indonesia di G20 Orchestra kebanyakan tidak dikenal dalam "lingkaran musik klasik" dan bergabung dengan orkes-orkes di Jakarta.

Apa karena mereka tinggal di luar kota? Apa karena mereka tidak memiliki koneksi yang cukup? Bahkan dari Amerika kita mendapatkan pemain viola Toby Winarto, yang berdarah 100 persen Indonesia tapi memang lahir dan berkewarganegaraan AS dan berkarir cukup cemerlang, yakni baru saja diterima di New World Symphony.

Baca juga: Kelompok orkestra remaja Indonesia siap unjuk gigi di Wina

Kita tidak akan tahu tentang Toby kalau tidak ada G20 Orchestra ini.

Bukannya membanggakan diri, tapi saya ingat ketika saya kembali ke Indonesia pada tahun 2000 di mana saat itu belum ada kompetisi piano apalagi instrumen lainnya. Bagaimana seorang pianis bisa berkarir tanpa pembuktian dari kemenangan satu atau beberapa kompetisi?

Adalah Pia Alisjahbana (pendiri Femina Group) yang meminta saya saat berkunjung ke Indonesia atas undangan Presiden Gus Dur tahun 2000 untuk membuat kompetisi piano bertaraf internasional sehingga lahirlah Cipta Award yang hanya bertahan dua kali penyelenggaraan.

Pada tahun 2008 Pia Alisjahbana dan Dedi Panigoro dari MEDCO membangkitkannya kembali dan memberi nama baru yaitu Ananda Sukarlan Award (ASA). Setelah itu di tahun 2011 sebuah institusi di Surabaya, Amadeus Performing Arts, pimpinan Patrisna Widuri mengirim proposal untuk mendirikan Kompetisi Vokal Klasik "Tembang Puitik Ananda Sukarlan" (TPAS) yang saya terima dengan tangan terbuka.

Para pemenang

Semua solois G20 dari Indonesia terdiri dari pemenang kompetisi piano ASA (Calvin Abdiel Tambunan) dan TPAS (dua soprano Mariska Setiawan & Pepita Salim, tenor Nick Lukas dan bariton Kadek Ari Ananda).

Sejak 2020, ASA maupun TPAS yang mampu menghasilkan musikus klasik andal dari Indonesia telah diambilalih Kemendikbudristek di bawah Menteri Nadiem Makarim. Hal itu dilakukan demi memetakan bakat-bakat musik klasik di Indonesia sebagai aset budaya dan dibudidayakan di acara-acara seperti G20 ini.

Saya selalu bertanya-tanya, dengan penduduk 250 juta lebih, kenapa Indonesia tidak bisa mendapatkan 70-an musisi berkualitas prima untuk membuat orkestra kelas dunia?

Baca juga: Orkestra "warna-warni" Ifa Fachir untuk perempuan Indonesia

Sekarang, kita tahu mengapa dan bagaimana mengatasinya. Sekarang, ini hanya masalah teknis, dan G20 Orchestra telah mulai memecahkan masalah tersebut dan mengeksekusinya.

Dengan G20 Orchestra, Indonesia telah membuka babak baru. Sebagai tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi para menteri kebudayaan G20, ada 40-an pemusik muda dunia berkumpul dan bergabung bersama 30 musikus Indonesia.
Mereka akan bermusik bersama, saling mendalami budaya negara lain dari sejak sarapan sampai makan malam, bahkan mungkin mengobrol sampai malam. Mereka saling tukar pikiran tentang masa depan musik, mulai dari masalah ketenagakerjaan di dunia musik, komunikasi dan relevansi musik dengan penonton dan masyarakat luas hingga isu keberagaman dan inklusi.

Semuanya merupakan isu lintas generasi, lintas pandangan politik, latar belakang budaya, gender, ras dan bangsa. Mereka yang dari Eropa, tempat lahirnya musik klasik dan kuat memegang tradisi berbaur dengan mereka dari Asia dan Afrika yang sama sekali tidak terikat tradisi musik klasik sehingga lebih bebas berinovasi. Semua itu demi masa depan kita bersama.

Semoga dengan mengenal budaya lain secara lebih dalam, para musikus makin menguatkan identitas masing-masing sebagai seniman berintegritas dan berkualitas, terutama untuk musikus Indonesia demi menyalakan sinar musik klasik Indonesia ke hadapan dunia.

Semoga inisiasi G20 orchestra dari pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi ini bisa menjadi sebuah awal dari G20 Orchestra lainnya di tahun - tahun berikutnya di masa presidensi negara lainnya.

Baca juga: Orkestra OCAS kejutkan warga Ambon

Berikut musikus instrumen gesek Indonesia yang terpilih untuk G20 Orchestra:

Violin
(pembagian violin 1 dan 2 akan ditentukan lebih lanjut)

Glen Afif Ramadan - Amadea Nathania Pranoto
Arum Kusuma Dewi - Ni Made Adinda Laksmi Danaswari
Christopher Robin Tania - Taradita Kalyana Yasmin
Helmi Hardico Herlambang - Michelle Putri Hamijoyo
Lydia Evania Lukito - Aurell Marcella Felicia
Nathanael Hertanto - Yuli
Reza Nurdian - Aghisna Indah Mawarni
Ibnu Aji Wasesa - Risang Augus Rahmanto
Andreas - Rebecca

Cadangan Violin
(akan menggantikan jika kandidat berhalangan, berdasarkan urutan)
Julian Arya Krismandanu
Saynediva Al Fatah Putra
Philbert Neals
Mario Lasar

Viola
Tiffany Limantoro Hieronymus - Bayu Caritas
Bimo Lambang Dwityo Putro - Sendi Orysal

Cadangan Viola
Gabriel Waskitha Kurniawan
Stefani Leoni

Cello
Dubertho Christnoval Ngongady - Febie Devina
Vincent Limantoro - Jonathan William
Gian Nugra Adanta - Raden Dwityatama Darmasakti

Cadangan cello
William Hendricko Adinata
Abraham Raditya
Nafisah Aini

Kontrabas
Arya Adithya
Rai Ikhwan

Kami juga memberi penghargaan setinggi-tingginya kepada para musikus muda belia yang menunjukkan kualitasnya yang sangat menjanjikan, tapi saat ini belum dapat kami terima menjadi bagian dari G20 Orchestra karena pengalaman mereka yang masih kurang dalam bermain di orkes. Untuk acara-acara lain, kami pasti akan mengingat nama-nama di bawah ini dan mengajaknya untuk berpartisipasi :


Musikus muda
Veeshan Nathaniel Tandino (10 tahun)
Cherlyne Florencia (15 tahun)
Ursulla Puruhita Shimamurti (16 tahun).


*) Ananda Sukarlan adalah pianis, komponis, pendiri & direktur artistik G20 Orchestra

Pewarta: Ananda Sukarlan*
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2022