Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Astera Primanto Bhakti mengharapkan realisasi anggaran Bantuan Langsung Tunai (BLT) Desa juga digunakan untuk menangani stunting.
Menurut dia, dana BLT desa dapat dibelikan makanan bergizi untuk memenuhi kebutuhan anak mereka, karena kekurangan gizi bisa menyebabkan anak mengalami stunting.
"Dari dana desa kita gunakan BLT desa untuk penanganan stunting, harapannya dengan adanya tambahan uang, mereka jadi bisa beli (makanan bergizi) sambil kita berdoa mudah-mudahan nggak dibeliin pulsa sama rokok, karena musuhnya itu. Orang Indonesia itu mendingan lapar tapi bisa ikut Citayam Fashion Week," kata Astera dalam Media Gathering di Sentul, Jawa Barat, Kamis.
Sampai Juni 2022, penerima BLT Desa mencapai 7,5 juta keluarga penerima manfaat (KPM) atau meningkat dibanding penerima pada periode yang sama tahun lalu sekitar 5 juta KPM.
Baca juga: BKKBN: SDM dan pengetahuan keluarga tantangan turunkan stunting
"Ini terus terang sangat challenging karena desa itu goyang-goyang orangnya, dia-dia aja. Kadang-kadang nyari orang miskinnya berantem dulu, ada yang rumahnya kelihatan bagus tapi nggak punya duit karena dia kena PHK, ada yang rumahnya jelek tapi duitnya banyak karena kerjanya rutin, ini yang kita terus lakukan perbaikan dan daerah bisa lakukan adjustment," tuturnya.
Selain dukungan pembiayaan dari BLT Desa, penanganan stunting juga didorong melalui perbaikan fasilitas kesehatan, penyediaan air bersih, dan penyediaan sanitasi sebagai upaya pencegahan infeksi penyakit.
Dukungan dari pemerintah pusat itu diberikan melalui transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) yang sampai akhir Juni 2022 telah mencapai Rp367,1 triliun atau 45,6 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Baca juga: Edukasi keluarga masih jadi tantangan dalam pencegahan stunting
"APBD ini core sebetulnya, karena duit APBN kita masuk di APBD. Jadi kita dorong daerah bagaimana menggunakan APBD-nya untuk mengatasi stunting," tuturnya.
Adapun pemerintah telah menyalurkan anggaran perlindungan sosial dengan total senilai Rp188,2 triliun sepanjang semester I-2022 atau tumbuh 5,1 persen dibandingkan periode sama tahun lalu yang sebesar Rp179,1 triliun.
Berdasarkan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) angka stunting di Indonesia mencapai 24,4 persen dari keseluruhan jumlah balita yang sebesar 23 juta pada 2021.
Angka itu berada di atas standar presentase stunting maksimal yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yaitu 20 persen. Oleh karena itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menargetkan angka stunting di Indonesia bisa turun di angka 14 persen pada 2024.
Baca juga: BKKBN: Seribu hari pertama kehidupan krusial dalam pencegahan stunting
Pewarta: Sanya Dinda Susanti
Editor: Satyagraha
Copyright © ANTARA 2022