"Bisa dilakukan dengan cadangan devisa, untuk intervensi di pasar currency agar tidak terlalu volatile," ujar Riefky saat dihubungi oleh Antara di Jakarta, Kamis.
Riefky menjelaskan kenaikan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin menjadi di kisaran 2,25 sampai 2,5 persen oleh The Fed akan mendorong capital outflow di pasar keuangan sehingga dapat menimbulkan depresiasi terhadap nilai tukar rupiah.
Peneliti Makroekonomi dan Pasar Keuangan ini memastikan kondisi tersebut akan menyebabkan biaya impor menjadi lebih mahal sehingga berdampak terhadap peningkatan inflasi, terutama imported inflation.
"Pemerintah perlu mewaspadai tekanan terhadap inflasi, terutama imported inflation karena adanya capital outflow dan menyebabkan depresiasi," ujar Riefky.
Selain itu, Riefky mengatakan pemerintah juga perlu mewaspadai semakin tingginya imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) dan semakin mahalnya bunga utang dari luar negeri dari depresiasi rupiah tersebut.
Bersamaan dengan itu, menurut dia, Bank Indonesia (BI) juga perlu menaikkan suku bunga acuan atau BI7DRR untuk menjaga jarak perbedaan dengan suku bunga acuan The Fed yang semakin menipis.
"Bank Indonesia harus menjaga interest rate differential dan dampaknya Bank Indonesia perlu menaikkan suku bunganya," ujar Riefky.
Sebelumnya, posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Juni 2022 tercatat 136,4 miliar dolar AS atau setara dengan pembiayaan 6,6 bulan impor atau 6,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Pewarta: Muhammad Heriyanto
Editor: Satyagraha
Copyright © ANTARA 2022