"Dari dorongan berbagai kebijakan tersebut, perekonomian Indonesia berhasil tumbuh 5,44 persen pada triwulan II-2022," ujar Margo dalam Pengumuman Pertumbuhan Ekonomi Triwulan II 2022 yang dipantau secara daring di Jakarta, Jumat.
Ia pun menilai pemerintah sangat jeli melakukan kebijakan dalam menghadapi tekanan global. Di sisi penerimaan negara, pemerintah memiliki pendapatan tak terduga atau windfall dari kenaikan harga komoditas dunia.
Dengan penerimaan yang baik tersebut, pemerintah melakukan kebijakan subsidi energi untuk menahan kenaikan harga komoditas dan meredam inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) domestik yang naik 4,94 persen pada Juli 2022.
Baca juga: BPS: Transportasi dan pergudangan tumbuh 21,27 persen di triwulan II
Namun, inflasi inti tercatat masih moderat di level 2,86 persen pada bulan lalu, yang menggambarkan daya beli masih terjaga.
"Jadi fiskal masih memberikan subsidi dan bansos yang meningkatkan daya beli masyarakat," tuturnya.
Sementara dari kebijakan moneter, Margo menyebutkan Indonesia tak mengikuti negara lain seperti Amerika Serikat yang menaikkan suku bunga acuan sehingga Bank Indonesia masih menahan bunga kebijakan sebesar 3,5 persen, yang memberi situasi kondusif bagi pelaku usaha sehingga seluruh aktivitas ekonomi masih berjalan dengan baik.
Dengan demikian jika seluruh kebijakan fiskal tersebut diubah atau terdapat kenaikan suku bunga acuan, tentunya akan ada perubahan di dalam kondisi perekonomian. Tetapi, dirinya tak bisa memperkirakan lebih lanjut karena BPS hanya mencatat apa yang sudah terjadi di dalam ekonomi domestik.
"Tapi bisa dipastikan jika subsidi energi dicabut akan terjadi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang pasti berdampak ke seluruh sektor, jadi ini perlu diperhatikan," tegasnya.
Baca juga: BPS: Konsumsi rumah tangga jadi sumber pertumbuhan ekonomi tertinggi
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2022