Sembilan daerah di Sumbar yang angka prevalensi stunting di atas nasional
Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) meminta agar seluruh pihak di Sumatera Barat harus paham indikator yang menyebabkan terjadinya stunting pada anak sehingga dapat melakukan intervensi secara tepat.
Deputi Bidang Pengendalian Penduduk BKKBN Bonivasius Prasetya di Padang, Rabu mengatakan dalam penanganan stunting yang harus diperlukan adanya data yang kuat dan akurat sehingga dapat dilakukan intervensi yang tepat.
Ia mengatakan saat ini di Sumbar sudah dibentuk Tim Percepatan Penurunan Angka Stunting baik di tingkat Sumbar maupun sejumlah daerah di kota dan kabupaten.
"Saat ini ada sembilan daerah di Sumbar yang angka prevalensi stunting di atas nasional bahkan Kabupaten Solok yang merupakan lumbung pangan menjadi daerah yang paling tinggi yakni 40, 1 persen," kata dia.
Ia menjelaskan angka 40,1 persen itu artinya dalam 10 anak yang ada di daerah itu sebanyak empat anak dikategorikan stunting. "Ini tentu harus disikapi dengan baik dan tepat. Apa yang terjadi di sana dan langkah penanganan apa yang akan dilakukan," kata dia.
Menurut dia stunting ini tidak hanya persoalan makanan namun terkait pola asuh,bisa saja di Solok makanan banyak namun anak tidak mendapatkan asupan gizi yang cukup hingga kekurangan gizi.
Baca juga: BKKBN: Imbangi gizi anak dengan pola asuh dan kasih sayang
Baca juga: Menkes: Pemerintah intervensi stunting ke ibu dan balita
"Anak yang dititipkan orang tua kepada keluarga karena mereka bekerja dan anak tidak mendapatkan asupan yang cukup," kata dia.
Sementara Kepala Perwakilan BKKBN Sumatera Barat Fatmawati mengatakan ada sejumlah indikator anak masuk kategori stunting mulai dari orang tua yang memiliki anak berusia di bawah dua tahun lebih dari satu orang, orang tua tidak mampu memberikan makanan yang beragam kepada anak.
Kemudian keluarga tidak memiliki sumber air minum yang bersih dan ini ditemukan di lapangan saat melakukan Survei Keluarga pada 2021. Pihaknya menemukan 91.146 kepala keluarga di Sumbar minum dari sumber air tidak layak seperti sumur terbuka yang berpotensi tercampur bakteri.
Selain itu keluarga tidak memiliki jamban untuk buang air besar dan dalam survei pihaknya menemukan 284.313 rumah di Sumbar tidak memiliki jamban.
"Paling banyak di Padang Pariaman dan Pasaman. Ketika ditanya mereka buang air besar di aliran sungai dan ini tentu tidak baik," kata dia.
Kemudian keluarga yang tinggal di rumah tidak layak huni dan punya bayi berusia di bawah dua tahun yang tidak mendapatkan air susu ibu eksklusif selama dua tahun.
Menurut dia dampak stunting yang dirasakan anak adalah terganggu perkembangan otak anak, kecerdasan berkurang, gangguan pertumbuhan fisik dan gangguan metabolisme.
"Sementara dampak jangka panjang adalah menurunnya kemampuan kognitif anak dan prestasi belajar,menurun sistem imun dan meningkatkan risiko penyakit diabetes,jantung,obesitas, kanker, stroke dan disabilitas pada usia tua," kata dia.
Baca juga: BKKBN: Stunting berkorelasi erat dengan kehamilan yang tak diinginkan
Baca juga: BKKBN: SDM dan pengetahuan keluarga tantangan turunkan stunting
Pewarta: Mario Sofia Nasution
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2022