Menurut Sophia, digitalisasi tanpa disertai dengan proses tata kelola yang baik, tidak akan memberikan manfaat namun justru menimbulkan kerugian bagi perusahaan.
"Terjadinya berbagai kasus di industri keuangan seperti pencurian data, penyalahgunaan data, pemalsuan transaksi dan kasus kejahatan lain yang merugikan konsumen timbul sebagai akibat tidak adanya tata kelola yang baik. Penerapan digital governance dapat dilihat dari munculnya praktek tata kelola yang baik dengan mengedepankan nilai integritas , transparan, serta kejujuran dalam setiap praktik transaksi keuangan," ujar Sophia dalam seminar daring yang dipantau di Jakarta, Kamis.
Baca juga: OJK dan BEI masih kaji soal perdagangan karbon di bursa
Ia menambahkan, pelaksanaan digital governance yang baik dan sesuai dengan peraturan yang berlaku, akan membuat investor merespon secara positif terhadap kinerja perusahaan.
"Selain itu, digital governance akan meningkatkan nilai pasar perusahaan serta menjamin hak-hak digital konsumen terpenuhi," kata Sophia.
Sophia menyampaikan, seiring dengan perkembangan informasi dan teknologi yang begitu cepat dan perubahan gaya hidup masyarakat, kebutuhan konsumen khususnya terkait layanan keuangan akan terus meningkat, terlebih lagi dengan kondisi pandemi COVID-19 yang sudah berlangsung selama lebih dari dua tahun belakangan ini.
Dunia virtual pun jadi jauh lebih sibuk dan ramai dari sebelumnya. Pergeseran aktivitas di masyarakat dan konsumen jasa keuangan terlihat dari peralihan pemanfaatan gawai, komputer, dan internet untuk melakukan aktivitas sehari-sehari, termasuk dalam melakukan transaksi keuangan.
"Tentu dengan perubahan yang begitu masif tersebut dalam waktu yang relatif singkat, organisasi perlu segera melakukan transformasi digital agar dapat mengejar arus perubahan yang terjadi," ujar Sophia.
Baca juga: KPK: OJK punya peran penting jaga industri jasa keuangan bebas korupsi
Saat ini, lanjut Sophia, sudah semakin banyak penerapan teknologi yang menggunakan kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI), cloud computing, serta Internet of Things (IoT). Hal tersebut memicu penciptaan model bisnis baru dan perluasan data yang dapat diolah menjadi informasi penting bagi perkembangan bisnis dan pengambilan keputusan.
Oleh karena itu, kemampuan manajemen data dan analitik, menjadi sangat krusial bagi organisasi ke depan untuk menganalisis sejumlah besar data yang dihasilkan dari transformasi digital. Era transformasi digital mengharuskan para pelaku usaha jasa keuangan untuk membuat perubahan yang radikal guna mendorong aktiivitas bisnis perusahaan masuk ke dalam skema digital yang canggih dan saling terintegrasi satu sama lain.
"Hal ini penting mengingat digitalisasi memberikan manfaat dan keuntungan besar bagi para pelaku usaha antar lain menciptakan efisiensi proses bisnis dan mekansime kerja, mendorong lebih banyak munculnya inovasi, dan yang sangat penting mempermudah akses bagi konsumen," kata Sophia.
Sophia menambahkan, arus digitalisasi dalam satu dekade terakhir telah mempengaruhi sendi-sendi perekonomian dan mengubah lanskap besar ekonomi dan keuangan dunia. Setidaknya terdapat tiga perubahan drastis yang disebabkan oleh pesatnya perkembangan inovasi teknologi yang berbasis digital.
Pertama, revolusi digital mengubah perilaku transaksi ekonomi di masyarakat. Kedua, proses digitalisasi yang berkembang pesat, mengubah secara mendasar kegiatan di berbagai bidang dan menggerus model bisnis yang tidak menggunakan teknologi. Ketiga, data sebagai "The New Oil", menjadi kunci dalam mengintegrasikan ekonomi dan keuangan digital.
"Terdapat risiko yang besar apabila organisasi tidak melakukan transformasi digital, yaitu berpotensi kehilangan konsumen. Organisasi berpotensi kalah besaing dengan kompetitor yang dapat memberikan produk dan layanan yang lebih mudah dan kompetitif sehingga akan mempengaruhi kelangsungan hidup atau going concern organisasi tersebut," ujar Sophia.
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2022