Tradisi tahunan yang digelar setiap bulan Suro dalam sistem penanggalan Jawa itu berlangsung sakral, dengan prosesi adat Jawa mataraman.
"Kegiatan budaya ini digelar dalam rangka 'nguri-uri' budaya. Pusaka ini adalah peninggalan Adipati Ngrowo yang diyakini memiliki kekuatan dan pengaruh dalam perjuangan dalam mengusir penjajah," ujarnya.
Upacara diawali kirab Reog Kendang untuk mengiringi dayang-dayang yang membawa air suci dari sembilan mata air.
Air suci itu kemudian diserahkan kepada Bupati Tulungagung Maryoto Birowo dan disiapkan untuk menjamas pusaka tombak pusaka Kiai Upas oleh tokoh adat setempat.
Baca juga: Jamasan Tombak Kyai Wijaya Mukti jaga pusaka lestarikan budaya
Selama proses jamasan, alunan gamelan terus berbunyi mengiringi pembacaan pengajian.
Kendati dilakukan dengan kemasan sederhana dengan menerapkan protokol kesehatan, ritual jamasan berlangsung meriah.
Banyak warga yang datang sekedar ingin melihat langsung jalannya ritual.
Rencananya, gelaran ritual jamasan pusaka Tombak Kanjeng Kiai Upas akan dikembalikan di Pendopo Kanjengan.
Hal ini sejalan dengan niatan pemerintah daerah setempat untuk membeli aset pendopo Kanjengan yang berstatus milik keluarga besar Keluarga Raden Mas Pringgokusumo.
"Sudah ada rencana (Pemkab Tulungagung) untuk membeli Pendopo Kanjengan. Sekarang masih proses "appraisal" atau penaksiran harga dan sudah masuk APBD," ujarnya.
Tombak Kanjeng Kiai Upas merupakan peninggalan masa Kerajaan Mataram Islam dan sudah ditetapkan sebagai pusaka daerah Tulungagung.
Baca juga: Keraton Kasepuhan tetap jalankan tradisi "Jamasan Gerbong Maleman"
Keberadaan pusaka ini diyakini memperkuat spirit dan mental masyarakat Tulungagung saat masa perjuangan kemerdekaan kala itu. (*)
Pewarta: Destyan H. Sujarwoko
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2022