"Bahwa pada dasarnya sangat penting bagi kita untuk merawat perdamaian Aceh yang hakiki," kata Safaruddin, di Banda Aceh, Minggu.
Seperti diketahui, Pemerintah Republik Indonesia menandatangani nota kesepahaman atau perjanjian damai dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) terjadi 15 Agustus 2005 di Kota Helsinki, Finlandia.
Momen bersejarah tersebut kemudian dikenal dengan Memorandum Of Understanding (MoU) Helsinki. Hasil dari perdamaian itu kemudian dijabarkan melalui UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh (UUPA).
Safaruddin menyampaikan, generasi muda di tanah rencong harus benar-benar memahami bagaimana kondisi Aceh termasuk tantangan ke depan yang harus diperjuangkan bersama.
Baca juga: Wali Nanggroe Aceh bentuk tim khusus pengkajian MoU Helsinki dan UUPA
Sampai saat in Aceh masih merupakan daerah termiskin di Sumatera. Sebagian masyarakat Aceh belum merasakan kesejahteraan sejak penandatanganan perjanjian damai Aceh 2005. Untuk itu, menjadi tugas bersama masyarakat Aceh untuk mewujudkannya, katanya.
Politikus Gerindra itu menuturkan, peningkatan ekonomi, sosial dan lainnya yang tertuang dalam perjanjian damai Aceh masih harus secara terus menerus diperjuangkan segenap masyarakat bersama pemerintahan di Aceh.
Perjuangan itu, kata Safaruddin, melalui jalan politik bagaimana kemudian hak-hak Aceh yang tertuang dalam UUPA dapat diimplementasikan secara menyeluruh, termasuk upaya perpanjangan dana otonomi khusus (otsus) Aceh yang bakal berakhir 2027 mendatang.
"Perjuangan melalui politik untuk kepentingan Aceh harus terus digelorakan," ujarnya.
Safaruddin juga berpesan, hari perdamaian Aceh yang ke 17 tahun ini harus menjadi motivasi dan semangat bersama antara pemerintah dan rakyat Aceh untuk berjuang meraih kemandirian.
"Semangat perdamaian Aceh ini harus membuat kita menjadi daerah yang mandiri dengan segala kekayaan dan hasil alam yang dimiliki Aceh," demikian Safaruddin.
Baca juga: Wapres : Inti perdamaian Aceh agar kesejahteraan meningkat
Pewarta: Rahmat Fajri
Editor: Suharto
Copyright © ANTARA 2022