Pembentukan dan pengembangan ekosistem bisnis membutuhkan ‘konstitusi’, baik formal maupun informal.
Dari perspektif ekosistem, tidak ada spesies yang dapat hidup atau bekerja sendiri, semua berinteraksi di dalam ekosistem untuk berkembang.
Demikian pula ekosistem bisnis (termasuk pariwisata) dibentuk dari berbagai tipe ‘spesies’ yang berbeda-beda, yakni pelanggan (termasuk wisatawan), pemain pasar, dan pemerintah dengan mengembangkan hubungan kuat dalam lingkungan inklusif barbasis aktivitas spesifik dan jejaring bisnis.
Ide pokoknya adalah bahwa setiap entitas dalam ekosistem dapat memengaruhi maupun dipengaruhi oleh yang lainnya, yang menciptakan hubungan evolutif di mana masing-masing entitas harus fleksibel dan adaptable untuk dapat bertahan baik melalui kerjasama maupun kompetisi. Ekosistem dapat berhasil/berkelanjutan atau sebaliknya, gagal.
Namun, model ekosistem bisnis berkompetisi dengan model-model tata kelola lainnya, seperti integrasi vertical, rantai pasok hirarkis, dan model-model pasar terbuka. Sebuah ekosistem menjadi pilihan model dalam lingkungan bisnis yang sulit diprediksi akan tetapi sangat mudah dibentuk.
Pariwisata merupakan bisnis yang kompleks, yang dapat dipandang sebagai satu system sekaligus satu ekosistem yang memiliki kompleksitas interkonektivitas antara para pemangku kepentingan dengan sumber daya.
Ekosistem pariwisata menyangkut jejaring organisasi yang luas pada berbagai skala operasi, industri dan aktivitas yang secara spasial berbeda, menghubungkan segenap pelaku yang masing-masing membawa nilai, peran, kepentingan, kemampuan, praktik, dan sumberdaya serta ide berbeda.
Dalam rangka menarik kembali wisatawan asing/domestik demi pemulihan pariwisata nasional pasca pandemik, pemerintah berupaya membangun ekosistem pariwisata nasional yang dimulai dengan membentuk holding in journey berlandaskan PP No.104/2021 tentang penyertaan modal negara ke dalam modal saham PT. Aviasi Pariwisata Indonesia.
Holding ini mengintegrasikan sektor pariwisata hulu hingga hilir, yakni penerbangan, kepengusahaan bandara, hotel, hingga bisnis/industri kreatif/cinderamata, serta berupaya mendorong peningkatan trafik turis melalui kolaborasi dengan para pemangku kepentingan, termasuk asosiasi, swasta, dan UMKM.
Para pemain bisnis yang masuk ke dalam ekosistem ‘inklusif’ tersebut pada saat ini adalah 7 emiten BUMN , yakni PT. Angkasa Pura I, PT. Angkasa Pura II, PT. Hotel Indonesia Natour, dan PT. Garuda Indonesia Tbk. (Persero). Selain itu, PT. Pengembangan Pariwisata Indonesia/ITDC, PT. Sarinah, dan PT. Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko. PT. Aviasi Pariwisata menjadi induk holding BUMN pariwisata dan pendukungnya.
Dalam jangka pendek/menengah , induk holding memiliki lima prioritas, yakni menata portofolio bisnis bandar udara anggota holding dengan membangun international logistic hub, dan mengembangkan delapan bandara dengan konsep aerocity. Selain itu, mengembangkan platform pengelola perjalanan/travel management, konsolidasi 122 hotel BUMN, dan mengembangkan kawasan-kawasan di destinasi pariwisata superprioritas.
Baca juga: PBB: Sertifikat, vaksinasi COVID bantu pemulihan pariwisata Eropa
Baca juga: Vaksinasi dan "game changer" sektor pariwisata
Ekosistem Pariwisata Digital
Perkembangan teknologi digital memungkinkan berkembangnya ekosistem pariwisata digital (digital tourism ecosystem/DTE) yang menawarkan luasnya pengalaman traveling bagi para turis. DTE merupakan infrastruktur teknologi yang mendukung peningkatan jejaring dan interaksi antara perusahaan dan para pemangku kepentingan sektor pariwisata dalam lingkungan digital.
Ekosistem pariwisata digital dapat berupa ‘e-tourism’ atau ‘smart tourism’ yang lebih maju lagi. pascapandemi, sektor pariwisata perlu beradaptasi dengan lingkungan yang berubah cepat dan kompetisi yang lebih kuat. Smart tourism melukiskan fase perkembangan yang sedang berjalan yang dipengaruhi oleh perkembangan teknologi informasi serta cukup menjanjikan dalam menghadapi kondisi pasar yang baru.
Pemanfaatan e-tourism sudah cukup lama dikenal dan saat ini masih dalam transisi menuju ‘smart tourism’ yang distimulasi oleh perkembangan revolusi industri 4.0. e-Tourism merupakan platform digital berbasis web yang dapat menghubungkan seluruh stakeholder pariwisata dan menyediakan kemudahan kepada para wisatawan dengan berbagai aplikasi.
Para wisatawan dapat mengakses berbagai informasi yang tersedia tentang destinasi wisata, penerbangan, jadwal keberangkatan kereta, fasilitas akomodasi dan kemudian memesan, membayar, dan mencetak e-ticket pesawat/kereta api, serta kamar hotel dari smartphone dan aplikasi yang tersedia.
Perkembangan e-tourism memanfaatkan internet dan teknologi berbasis web (websites, social media, Online Travel Agent/OTA, Global Distribution System/GDS, Computer Reservation System/CRS, Travel Metasearch Engine, Sharing Economy Platform, dan lainnya). PT. Aviasi Pariwisata Indonesia misalnya, tak ketinggalan tengah mengembangkan Super Apps untuk memudahkan para turis mempelajari destinasi, tempat belanja souvenir, dan memilih hotel/pesawat sesuai destinasinya.
Sementara itu, smart tourism memanfaatkan tiga komponen teknologi, yakni komputasi awan (cloud computing), Internet of Things (IoT), dan system layanan internet pengguna akhir (end-user). Komputasi awan memungkinkan data dapat diakses dan siap digunakan sewaktu-waktu dengan memanfaatkan internet.
IoT memungkinkan koneksi obyek harian, dan mengkoleksi, memproses, serta membagi data dengan intervensi manusia secara minimum. Sistem layanan internet pengguna akhir terdiri dari semua aplikasi dan perangkat keras yang memungkinkan untuk menggunakan dua komponen teknologi ini. Aplikasi dan perangkat keras ini dapat mencakup aplikasi destinasi, augmented/virtual reality, GPS, sensor, Near Field Communication/NFC, kode QR, konektivitas Wi-Fi, websites generasi terkini dan jejaring sosial.
Elemen-elemen utama smart tourism ialah teknologi digital, konsumen (turis, penduduk), bisnis (bisnis pariwisata, bisnis dari sektor lain), serta destinasi pariwisata. Konsep smart tourism mengantisipasi bahwa turis itu cerdas, dalam arti mereka menginginkan untuk memiliki pengalaman berwisata secara super-connected.
Baca juga: Sandiaga Uno ungkap rencana buka wisata Bali via "Free COVID Corridor"
Baca juga: Presiden berharap pariwisata Yogyakarta bangkit setelah vaksinasi
Peran Orkestrator Ekosistem
Konsep ekosistem bisnis yang membutuhkan satu atau lebih anggota bertindak sebagai orkestrator mengakui bahwa harus ada satu pihak yang bertanggungjawab atas struktur dan kinerja ekosistem bisnis, termasuk tata kelola, pengaturan komersial, koordinasi ke pasar, mekanisme penciptaan nilai, dan manajemen risiko. Orkestrator membangun ekosistem, mendorong yang lain untuk bergabung, dan bertindak sebagai arbiter dalam kasus-kasus konflik.
Tata kelola ekosistem menjadi pilihan desain penting karena menciptakan bentuk kontrol tak langsung yang tepat bagi kompleksitas dan dinamika ekosistem. Tata kelola membangun standar, aturan, dan proses-proses yang menentukan ‘konstitusi’ formal dan informal dari ekosistem tersebut. Terkait ekosistem smart tourism , peran orkestrator bisa dalam bentuk central (digital) platform yang menghubungkan para actor dalam ekosistem dengan para turis.
Salah satu key enabler dari ekosistem bisnis adalah nilai kolektif dari brand seluruh anggota, khususnya orkestratornya. Dalam hal ekosistem yang dibangun melalui holding BUMN pariwisata dan pendukungnya, induk holding BUMN terkait, yakni PT. Aviasi Pariwisata perlu proaktif bertindak sebagai orkestrator antara lain dengan membangun central (digital) platform untuk sharing data/informasi antarkorporasi anggota.
Pulihnya pariwisata dunia dan penerbangan (internasional/nasional) sangat diharapkan dalam memulihkan pariwisata nasional. Maskapai Garuda, kendati memiliki masalah finansial akibat utang, akan tetapi masih berpotensi menjadi salah satu top global brand dalam bisnis penerbangan internasional dan nasional , dan sebagai salah satu airline terbaik dunia. Prestasi tersebut amat perlu dipertahankan, bahkan ditingkatkan.
Hal tersebut dapat dimanfaatkan untuk menarik turis asing ke Indonesia sejalan dengan upaya (re)promosi dan kebangkitan kembali pariwisata Indonesia yang destinasi dan infrastruktur pendukungnya telah dikembangkan melalui proyek strategis nasional (PSN) dan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN). Garuda meraih Skytrax World Airline Award 2021’ dan bersama anak usahanya, Citilink, memperoleh Special 2021 Covid-19 Excellence Award.
Hotel Inna Natour (HIN) selain masuk ke dalam holding aviasi pariwisata, juga holding hotel BUMN. Di kawasan Nusa Tenggara , HIN memiliki jaringan Hotel Indonesia Group (HIG), di antaranya berbintang 5, yakni Hotel Merumatta (Senggigi/Mandalika, Lombok), Hotel Merusaka (Nusa Dua, Bali), dan Hotel Meruorah Komodo (Labuan Bajo/NTT) .
Untuk wilayah Lombok misalnya, dalam rangka mengantisipasi meningkatnya arus wisatawan terkait KTT G20 di Bali atau kegiatan-kegiatan selanjutnya di Mandalika, maka Garuda dan kedutaan besar RI di negara-negara anggota G20, dapat menggencarkan promosi pariwisata untuk wilayah Bali/Lombok/Labuan Bajo.
Selanjutnya, para turis dapat mengakses website Aviata dan mengunduh aplikasi Super Apps pada smartphone/tablet untuk memesan tiket Garuda/hotel di jaringan HIN , bahkan paket-paket tours/travel yang ditawarkan PT. ITDC di Lombok yang mungkin hingga destinasi Labuan Bajo.
Para turis asing yang sudah berada di Indonesia pada destinasi lain dan para turis domestik dapat melakukan hal yang sama untuk mengunjungi Lombok, termasuk dari Jakarta/Yogyakarta/Batam/Bali. Berkembangnya jumlah turis akan meningkatkan jumlah penumpang dan pergerakan pesawat di bandara internasional Lombok (BIL) , salah satu bandara yang dikelola PT. AP I.
Namun, itu hanya satu contoh simulasi untuk destinasi Lombok saja. sedangkan misi holding jauh lebih luas, yakni mendorong kebangkitan kembali pariwisata nasional. Semua korporasi anggota holding dapat bertukar data/informasi melalui pusat platform digital, dan PT. Aviata menggunakan data/informasi yang terintegrasi untuk melakukan koordinasi dan pemantauan serta tindakan-tindakan korektif yang diperlukan.
Berkembangnya pariwisata yang didorong oleh strategi holding dan ekosistem, tidak hanya berdampak positif bagi anggota holding, akan tetapi bagi semua pemangku kepentingan di luar holding, termasuk penerbangan, akomodasi, restoran, cenderamata, UMKM, dan penyerapan tenaga kerja.
Baca juga: Mengangkat potensi pariwisata desa di tengah pandemi
*). Wihana Kirana Jaya adalah Staf Khusus Menteri Perhubungan
Pewarta: Wihana Kirana Jaya*)
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2022