Penelitian fase akhir Vaksin Merah Putih mengawali langkah besar Indonesia dalam memulai industri farmasi dalam negeri di hari Kemerdekaan RI, kata seorang peneliti dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya.Di Indonesia belum pernah bikin vaksin yang total Indonesia, 100 persen vaksin belum pernah dibuat. Vaksin Merah Putih akan jadi yang pertama, seandainya memberi hasil yang baik
"Di Indonesia belum pernah bikin vaksin yang total Indonesia, 100 persen vaksin belum pernah dibuat. Vaksin Merah Putih akan jadi yang pertama, seandainya memberi hasil yang baik," kata Peneliti Utama Vaksin Merah Putih Unair, Dominic Husada yang dikonfirmasi ANTARA dari Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan vaksin berplatform virus yang dilemahkan itu diteliti oleh tim dari Unair bekerja sama dengan PT Biotis sejak 12 Mei 2020. Hingga saat ini, prosesnya telah memasuki uji klinik fase 3 berupa injeksi kedua pada 4.005 subjek manusia.
Menurut dia virus Vaksin Merah Putih didapat dari pasien dari rumah sakit (RS) di Surabaya, dikerjakan di Laboratorium Unair oleh tim Prof Fedik Abdul Rantam hingga jadi kandidat vaksin.
Setelah itu, dilakukan serangkaian tes tambahan di laboratorium Surabaya dan Bogor serta dites pada hewan di Surabaya dan pada manusia.
"Dari bentuk virus sampai jadi vaksin dikerjakan di Indonesia, oleh orang Indonesia, untuk orang Indonesia," katanya.
Dalam semangat Kemerdekaan RI hari ini, kata dia, Vaksin Merah Putih menjadi yang berharga bagi kalangan tim peneliti untuk dipersembahkan kepada bangsa.
"Walau tidak sebagus vaksin Pfizer (impor), yang penting kami telah memulai langkah besar," katanya.
Menurut dia perjalanan penelitian vaksin COVID-19 Merah Putih tidak selalu berjalan mulus. Misalnya saat tim peneliti diharuskan melibatkan 4.005 subjek penelitian pada manusia dengan persyaratan seluruhnya belum pernah terinfeksi COVID-19 maupun memperoleh vaksinasi COVID-19 program pemerintah.
"Syarat subjek tidak boleh sudah divaksin, sementara cakupan vaksinasi di Jawa Timur relatif sudah tinggi. Idealnya pergi ke tempat yang cakupan vaksinasinya rendah," katanya.
Tim pun harus memetakan berbagai kawasan dengan cakupan vaksinasi yang rendah hingga ke pelosok Jawa Timur. "Menemukan subjek hal yang berat. Tapi setelah dua tahun pandemi, biasanya cakupan rendah adalah orang yang menolak divaksin," katanya.
Lalu, tim memperoleh informasi dari pemerintah setempat bahwa sebenarnya ada sekitar 2 juta lebih rakyat Jatim yang belum menerima vaksin. Umumnya tersebar di daerah tingkat II.
"Mereka kelompok yang tidak mau divaksin, lokasinya jauh dari daratan," katanya.
Upaya untuk membujuk subjek pun bukan perkara mudah. Tapi dengan bantuan dari kepala daerah, kolega di dinas kesehatan, Puskesmas, serta orang yang bersimpati dengan kegiatan penelitian vaksin, tim pun berhasil mengumpulkan 4.005 subjek.
Di fase 3 kali ini, katanya, penelitian subjek vaksin dilakukan di RS Soetomo, RS Universitas Airlangga Surabaya, RS Saiful Anwar Malang, RS Dr Soebandi Jember, dan RS Paru di Jember.
Penelitian itu mengharuskan subjek mendatangi laboratorium penelitian. Kalau dari kota lain di sekitar Surabaya, mereka memperoleh pengganti transport.
"Pada sebagian orang transportasi kami urus, mereka dijemput. Tapi tidak 100 persen, karena ada yang datang atas kesadaran sendiri. Kendaraan dari Universitas Airlangga juga bisa digunakan," katanya.
Uji klinik fase 2 sekaligus menandai tahapan akhir penelitian Vaksin Merah Putih. Jika seluruh laporan dinilai baik oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), maka Izin Edar Darurat (EUA) Vaksin Merah Putih akan diterbitkan pada September atau Desember 2022, demikian Dominic Husada.
Baca juga: Unair mulai uji klinik fase tiga Vaksin Merah Putih
Baca juga: Penelitian Vaksin Merah Putih terdampak penghapusan dana COVID-19
Baca juga: BPOM dukung penerbitan EUL untuk ekspor Vaksin Merah Putih
Baca juga: Kemenkes: Vaksin Merah Putih perkuat sistem ketahanan kesehatan
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2022