• Beranda
  • Berita
  • Peneliti: Efektifkan anggaran kesehatan 2023 untuk akselerasi

Peneliti: Efektifkan anggaran kesehatan 2023 untuk akselerasi

19 Agustus 2022 18:07 WIB
Peneliti: Efektifkan anggaran kesehatan 2023 untuk akselerasi
Tangkapan layar Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman saat tampil secara virtual dalam Dialog Forum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang diikuti dari YouTube IDI di Jakarta, Senin (21/2/2022). (ANTARA/Andi Firdaus)

Rancangan anggaran 2023 ada penurunan, khususnya untuk alokasi vaksin, tapi memang secara keseluruhan mengalami penurunan

Praktisi dan Peneliti Global Health Security Dicky Budiman mengatakan alokasi anggaran transformasi kesehatan 2023 sekitar Rp88,5 triliun perlu dimanfaatkan secara efektif untuk mengakselerasi capaian pembangunan kesehatan.

"Rancangan anggaran 2023 ada penurunan, khususnya untuk alokasi vaksin, tapi memang secara keseluruhan mengalami penurunan," kata Dicky Budiman yang dikonfirmasi di Jakarta, Jumat.

Rancangan anggaran untuk transformasi kesehatan 2023 berkisar Rp88,5 triliun. Anggaran tersebut berasal alokasi anggaran kesehatan secara keseluruhan yang Rp169,8 triliun.

Anggaran transformasi kesehatan tersebut menurun dari 2022 mencapai Rp96,8 triliun karena ada pengurangan pengadaan vaksin sebesar Rp10 triliun.

Baca juga: Menkes paparkan rancangan transformasi kesehatan 2023, Rp88,5 triliun

Epidemiolog dari Griffith University Australia itu mengatakan penurunan anggaran masih pada tingkat amanat UU Nomor 9 Tahun 2008 tentang Kesehatan, bahwa alokasi anggaran kesehatan dialokasikan sebesar 5 persen dari total APBN.

Dicky mengatakan alokasi anggaran kesehatan di Indonesia relatif besar. "Selama pandemi, dan saat ini di 2022 dan 2023 tetap jauh lebih tinggi dari sebelum era pandemi. Namun di masa pemulihan ekonomi ini, banyak sekali peningkatan alokasi anggaran," katanya.

Menurut Dicky, masih banyak pekerjaan rumah dalam upaya pembangunan kesehatan yang perlu dikejar serta memberi tantangan besar untuk dicapai.

Dalam catatan Asian Development Bank, capaian skor indeks kesehatan Indonesia berada di angka 57,7. Pada tataran Asean, Indeks Kesehatan di Indonesia lebih baik dari Kamboja, Laos, Myanmar atau Filipina.

"Tapi kalau dibandingkan Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Indonesia masih di bawah mereka," katanya.

Baca juga: Sri Mulyani: Anggaran kesehatan 2023 turun, menjadi Rp169,8 triliun

Tantangan lainnya adalah pencapaian Health Care Indeks (HCI) yang mengalami tren penurunan. Berdasarkan laporan di situs Numbeo, nilai indeks kesehatan Indonesia pada 2017 di angka 68,16 atau ranking 30 dari 95 negara.

Pada 2018, Indonesia menempati rangking 48, tapi sejak 2019 hingga 2020 turun dari peringkat 52 ke peringkat 55.

Terkait capaian indikator kesehatan global, kata Dicky, SDM kesehatan di Indonesia masih rendah atau berada di urutan kedua papan bawah Asia Tenggara.

"Indonesia masih 0,4 dokter per 1.000 penduduk. Rasio perawat 2,1 per 1.000 atau 2 perawat per 1.000 penduduk," katanya.

Baca juga: Kemenkes manfaatkan dana 2023 untuk enam pilar transformasi kesehatan

Dicky menambahkan indeks kesehatan itu perlu menjadi target sasaran pemerintah dalam pembangunan di sektor kesehatan.

"Karena mendefinisikan kesehatan di tingkat individu dan di suatu negara harus jadi target perbaikan. Indonesia berada di bawah mayoritas negara Asean," katanya.

Untuk itu Dicky mendorong agar alokasi anggaran kesehatan 2023 dapat digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan rumah yang belum bisa dituntaskan.

"Penurunan alokasi anggaran ini perlu disertai efektivitas di tengah pelambatan pencapaian. Harus benar-benar reorientasi, revitalisasi, efisiensi, bukan hanya artian target, tapi juga kegiatan," katanya.

Baca juga: UNESCAP sebut fokus anggaran untuk kesehatan pendidikan dan perlinsos

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2022